
Oleh: Imam Wahyono
Kurir Ideologis
Sebagaimana diketahui, dalam pernyataan Presiden Indonesia Prabowo Subianto saat menjamu kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Indonesia pada 28 Mei 2025, salah satu poin yang disampaikan adalah bahwa Indonesia akan mengakui negara Israel dan membuka hubungan diplomatik, dengan syarat Israel mengakui kemerdekaan negara Palestina.
Pro Kontra
Tentu pernyataan ini menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Ketua Umum PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) Yahya Cholil Staquf mendukungnya, bahkan ia menyatakan bahwa hal tersebut sejalan dengan garis politik NU, sebagaimana disampaikannya pada Sabtu, 31 Mei 2025. Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menyetujui kebijakan presiden, dengan syarat Israel harus keluar dari seluruh tanah Palestina dan menangkap Benjamin Netanyahu sebagai pelaku kejahatan perang, sebagaimana disampaikan dalam keterangan tertulis pada Rabu, 27 Mei 2025.
Berbeda dengan pandangan NU dan MUI, dosen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Jakarta, Ella Syafputri Prihatini, menilai bahwa langkah pemerintah Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina tanpa mengakui negara Israel yang secara de facto dan de jure negara penjajah, justru lebih sejalan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Dampak Buruk
Pernyataan presiden tersebut dinilai sebagai bid’ah atau tindakan mengada-ada, karena tidak pernah dilakukan oleh para pemimpin kaum Muslimin sebelumnya, baik di masa Nabi Muhammad ﷺ, Khulafaur Rasyidin, maupun para khalifah setelahnya. Beberapa dampak buruk dari pernyataan tersebut antara lain:
Pertama, jihad yang difardukan oleh Allah ﷻ menjadi terhenti, padahal secara syar'i jihad diperlukan untuk merebut kembali tanah kaum Muslimin dari penjajah kafir.
Imam Al-Kasani dalam kitab Badai’ Al-Shana’i fi Tartib Al-Syara’i mengatakan:
إِذَا عَمَّ النَّفِيْرُ،بِأَنْ هَجَمَ الْعَدُوُّ عَلىَ بَلَدٍ فَهُوَ فَرْضُ عَيْنٍ يُفْتَرَضُ عَلىَ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْ آحَادِ الْمُسْلِمْيْنَ بِمَنْ هُوَ قَادِرٌعَلَيْهِ
“Jika terjadi serangan umum, yaitu musuh (kafir) telah menyerang suatu negeri, maka jihad hukumnya fardhu 'ain yang diwajibkan kepada setiap orang dari kaum Muslimin yang mampu.”
Juga dalam firman-Nya:
وَاقْتُلُوْهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوْهُمْ وَاَخْرِجُوْهُمْ مِّنْ حَيْثُ اَخْرَجُوْكُمْ
“Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu.” (QS. Al-Baqarah: 191)
Kedua, memberikan loyalitas kepada kaum kafir, baik dari kalangan Yahudi (Israel) maupun Nasrani (Amerika Serikat dan sekutunya). Sebagaimana dipahami, pernyataan itu muncul sebagai respon terhadap penyelesaian konflik Israel–Palestina.
Islam melarang umatnya memberikan loyalitas kepada orang kafir karena akan membahayakan Islam dan umatnya.
Allah ﷻ berfirman:
اِنَّمَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ قَاتَلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَاَخْرَجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوْا عَلٰٓى اِخْرَاجِكُمْ اَنْ تَوَلَّوْهُمْۚ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
“Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu, orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama, mengusir kamu dari kampung halamanmu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Mumtahanah: 9)
Ketiga, mengakui negara Yahudi Israel sama saja dengan mengakui perampasan tanah Palestina, sekalipun Israel mengakui kemerdekaan Palestina. Padahal, perampasan tanah walau hanya sejengkal adalah tindakan zalim.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ أَخَذَ شِبْرًا مِنَ الأَرْضِ ظُلْمًا، فَإِنَّهُ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ
“Siapa saja yang mengambil sejengkal tanah secara zalim, maka Allah akan mengalungkan tujuh lapis bumi pada lehernya pada Hari Kiamat.” (HR. Muttafaq 'alayh)
Keempat, memberikan jalan bagi orang-orang kafir untuk menguasai kaum Muslimin, khususnya Muslimin Palestina dan dunia Islam pada umumnya.
Sebagaimana Allah ﷻ firmankan dalam Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 141:
لَنْ يَّجْعَلَ اللّٰهُ لِلْكٰفِرِيْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ سَبِيْلًا
“Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman.”
Kelima, kemerdekaan negara Palestina yang diakui tetap berada dalam bingkai negara-bangsa (nation-state), yang justru memecah belah umat Islam di seluruh dunia. Padahal, seharusnya umat Islam hidup dalam satu negara, yaitu negara Khilafah.
Allah ﷻ berfirman:
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا
“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.” (QS. Āli 'Imrān: 103)
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الآخِرَ مِنْهُمَا
“Jika dibaiat dua orang khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya.” (HR. Muslim)
Nation-state tetaplah negara sekuler yang bertentangan dengan Islam dan mustahil menerapkan aturan Islam secara keseluruhan (kaffah).
Allah ﷻ menegaskan:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan (kaffah), dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 208)
Khatimah
Itulah beberapa dampak buruk dari pernyataan Presiden Prabowo Subianto bagi umat Islam. Oleh karena itu, umat jangan mudah terbius oleh kata-kata manis yang seolah memberikan harapan dan kebaikan di masa depan, padahal akibatnya sangat buruk.
Meskipun perkataan itu keluar dari mulut presiden, kaum intelektual, cerdik cendekia, pengamat politik, atau bahkan ulama sekalipun, jika hal itu tidak pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad ﷺ, maka itu termasuk bid’ah (mengada-ada).
Wallahu a'lam bish-shawab.
0 Komentar