
Oleh: Khoirul Anwar
Pegiat Literasi
Di negeri yang konon dijuluki dunia sebagai “zamrud khatulistiwa” karena memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah, bahkan dari sisi budayanya pun tak terbantahkan. Sayangnya, dalam balutan adat dan tradisi itu, terselip pula warisan-warisan yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. Salah satunya adalah kepercayaan terhadap mitos hantu seperti kuntilanak, pocong, genderuwo, tuyul, wewe gombel, dan sebagainya, yang hingga kini masih diyakini oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Mitos ini tidak hanya hidup dari mulut ke mulut, tetapi juga dipelihara melalui tayangan sinetron horor, konten-konten viral di media sosial, hingga praktik budaya yang sarat unsur klenik dan mistik. Akibatnya, banyak generasi umat Islam yang secara tak sadar terpengaruh, bahkan terjebak dalam keyakinan dan ketakutan yang tidak berdasar. Lebih parah lagi, rasa takut terhadap makhluk-makhluk mitos ini sering kali melebihi rasa takut kepada Allah ﷻ.
Rasa takut adalah fitrah manusia. Namun, dalam ajaran Islam, seharusnya rasa takut itu diarahkan kepada Dzat yang memang layak ditakuti, yaitu Allah ﷻ. Ketika rasa takut itu bergeser kepada makhluk yang tidak jelas wujud dan hakikatnya, di situlah akidah umat mulai tergerus.
Di dalam Al-Qur’an, Allah ﷻ berfirman:
اِنَّمَا ذٰلِكُمُ الشَّيْطٰنُ يُخَوِّفُ اَوْلِيَاۤءَهٗۖ فَلَا تَخَافُوْهُمْ وَخَافُوْنِ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan teman-temannya. Karena itu, janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kamu benar-benar orang beriman.” (QS. Ali 'Imran: 175)
Ayat ini menjelaskan bahwa rasa takut kepada selain Allah (terutama terhadap bisikan dan tipu daya setan) adalah bentuk kelemahan iman. Ketika seseorang lebih takut berada di kamar kosong karena takut dihuni kuntilanak daripada takut meninggalkan salat, maka ia sedang mengalami krisis tauhid.
Mitos-mitos ini juga menyesatkan cara berpikir masyarakat. Alih-alih menyikapi masalah dengan logika dan ilmu, sebagian orang justru memilih jalan mistis: mendatangi dukun, memakai jimat, hingga melakukan ritual-ritual yang tidak diajarkan oleh Rasulullah ﷺ.
Padahal Rasulullah ﷺ telah bersabda dengan tegas:
مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal dan dia membenarkan ucapannya, maka dia berarti telah kufur pada Al-Quran yang telah diturunkan pada Muhammad.” (HR. Ahmad, hasan).
Ketika Islam datang, masyarakat Arab pun tidak lepas dari kepercayaan terhadap jin dan tahayul. Mereka takut melewati tempat-tempat tertentu karena dianggap angker. Namun Nabi Muhammad ﷺ mendidik para sahabat dengan akidah tauhid yang kokoh, sehingga mereka tidak lagi takut kepada selain Allah ﷻ.
Suatu ketika, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu sedang berjalan dan mendapati sekelompok jin yang biasa mengganggu manusia. Namun, mereka lari ketakutan saat mendengar langkah kaki Umar. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنِّى لأَنْظُرُ إِلَى شَيَاطِينِ الإِنْسِ وَالْجِنِّ قَدْ فَرُّوا مِنْ عُمَرَ
“Sungguh aku melihat setan dari kalangan manusia dan jin lari dari ‘Umar.” (HR. Tirmidzi)
Umar tidak membaca jampi-jampi, tidak membawa jimat. Ia hanya membawa tauhid yang murni, keyakinan yang kuat kepada Allah. Inilah pelajaran penting bagi umat Islam hari ini: bahwa keberanian sejati lahir dari iman, bukan dari ritual-ritual mistik.
Menghadapi fenomena ini, umat Islam tidak cukup hanya menghindar. Harus ada upaya membangun kesadaran diri untuk meluruskan akidah dan membasmi keyakinan syirik yang terselubung dalam mitos hantu. Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan, yaitu:
- Dakwah Tauhid yang Konsisten: Para dai dan ustaz harus mengembalikan dakwah kepada pondasi utama, yakni tauhid. Kita perlu mengajarkan bahwa semua kekuatan hanya milik Allah. Tidak ada makhluk, termasuk jin atau setan, yang bisa mencelakai manusia tanpa izin Allah.
- Pendidikan Akidah Sejak Dini: Anak-anak harus diajari siapa Allah, siapa malaikat, apa itu jin, dan mana yang termasuk khurafat. Buku-buku anak dan kurikulum pendidikan sebaiknya menekankan pemurnian tauhid dan menghindari narasi hantu-hantuan yang menyesatkan.
- Peran Kritis Media Islam: Media Islam memiliki peran besar dalam menyebarkan narasi tandingan terhadap budaya mistik. Artikel, podcast, video dakwah, hingga drama pendek bisa diarahkan untuk mengedukasi masyarakat bahwa ketakutan terhadap hantu adalah jebakan setan.
- Reorientasi Budaya dan Hiburan: Budaya tidak bisa dihapus, tetapi bisa diarahkan. Jika masyarakat suka cerita horor, maka kita dapat mengangkat kisah jin dan sihir yang disikapi dengan iman seperti dalam Al-Qur’an (misalnya kisah Nabi Sulaiman) bukan mitos lokal yang tak berdasar.
Islam datang bukan untuk memberantas budaya secara membabi buta, melainkan untuk membersihkan akidah dari segala bentuk syirik, tahayul, dan khurafat. Mitos hantu mungkin terdengar sepele, tetapi dampaknya bisa fatal jika dibiarkan meracuni pikiran umat. Kita tidak sedang melawan pocong atau kuntilanak, tetapi sedang menjaga kemurnian tauhid dari tipu daya setan yang bersembunyi dalam tradisi.
Mari kita kuatkan diri dan keluarga dengan tauhid. Jadikan Al-Qur’an sebagai pelindung, bukan jimat. Jadikan zikir sebagai perisai, bukan sesajen. Sebab, hanya kepada Allah kita memohon perlindungan, bukan kepada penunggu pohon atau penampakan jalanan.
وَعَلَى اللّٰهِ فَتَوَكَّلُوْٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
“Dan hanya kepada Allah-lah hendaknya kalian bertawakal jika kalian benar-benar orang-orang beriman.” (QS. Al-Ma’idah: 23)
Semoga Allah senantiasa membimbing kita dalam cahaya iman, menjauhkan kita dari gelapnya syirik yang terselubung dalam mitos, dan menguatkan langkah kita di atas jalan tauhid yang lurus.
0 Komentar