NASIONALISME DAN NEGARA BANGSA MENGHALANGI PERJUANGAN MEMBEBASKAN PALESTINA


Oleh: Teh Mimin Kamila
Muslimah Peduli Umat

Puluhan aktivis yang berencana bergabung dalam konvoi kemanusiaan untuk menentang blokade Israel di Jalur Gaza dilaporkan dideportasi oleh otoritas Mesir. Aksi Global March to Gaza yang sedianya dimulai pada Minggu (15/6/2025) bertujuan untuk menekan pihak-pihak terkait agar segera membuka blokade Gaza yang telah digempur Israel sejak Oktober 2023.

Menurut seorang pejabat Mesir, lebih dari 30 aktivis telah dideportasi dari hotel dan Bandara Internasional Kairo. Aktivis-aktivis tersebut dideportasi karena "tidak mengantongi izin yang diperlukan."

Pemerintah Mesir memang secara terbuka menentang blokade Israel di Gaza dan mendesak segera terjadinya gencatan senjata. Namun, Mesir juga dikenal tegas dalam membungkam pembangkang dan aktivis yang mengkritik hubungan ekonomi dan politik Mesir-Israel. Isu ini menjadi sensitif lantaran pemerintah Mesir terus mempertahankan hubungan dengan Israel, sementara dukungan rakyat Mesir terhadap Palestina sangat besar dan terbuka.

Kemunculan gerakan Global March to Gaza mencerminkan luapan kemarahan umat yang begitu besar. Gerakan ini menandakan bahwa umat Islam tak bisa berharap lagi pada lembaga-lembaga internasional dan penguasa saat ini. Para penguasa tampak bersikap acuh terhadap persoalan Palestina, seakan itu bukan tanggung jawab mereka. Bahkan, penguasa saat ini seringkali menjadikan musuh sebagai teman demi meraih keuntungan dari negara adidaya seperti Amerika, sementara membiarkan pembantaian terhadap saudara-saudara mereka.

Keberadaan penghalang seperti pintu Rafah yang tertutup semakin menunjukkan bahwa gerakan kemanusiaan apa pun tidak akan mampu menyelesaikan masalah Gaza, karena ada sekat besar yang dibangun penjajah di negeri-negeri kaum Muslimin, yaitu nasionalisme dan konsep negara-bangsa.

Paham nasionalisme ini telah memupuskan nurani para penguasa Muslim dan tentara mereka. Mereka rela membiarkan saudara seiman dibantai di hadapan mata, bahkan ikut menjaga kepentingan negara penjajah hanya demi meraih keridaan negara adidaya yang menjadi tumpuan kekuasaan mereka, yaitu Amerika. Umat Islam harus memahami betapa berbahayanya paham nasionalisme dan konsep negara-bangsa, baik dari sisi pemikiran maupun sejarahnya. Kedua ide ini justru digunakan oleh musuh-musuh Islam untuk meruntuhkan Khilafah dan melanggengkan penjajahan di negeri-negeri Islam.

Lebih dari itu, umat Islam harus sadar bahwa solusi terhadap konflik Palestina haruslah bersifat politik, dengan fokus membongkar sekat-sekat negara-bangsa dan mewujudkan satu kepemimpinan politik Islam di dunia.

Oleh karena itu, sudah saatnya umat Islam menyadari pentingnya mendukung dan bergabung dengan gerakan politik ideologis yang berlandaskan Islam, gerakan yang tidak terkotak oleh batas-batas nasionalisme, tidak tunduk pada kepentingan pihak tertentu, dan terbukti konsisten memperjuangkan tegaknya kepemimpinan Islam sejati.

Kepemimpinan ini hanya dapat terwujud secara menyeluruh dalam bentuk Daulah Khilafah Islamiyah, di bawah naungan seorang Khalifah yang menjalankan syariat secara kaffah dan menyatukan umat di seluruh penjuru dunia.

Wallahu alam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar