PALESTINA, DI PERSIMPANGAN JALAN


Oleh: Mohammad isma’il, M.Ag
Praktisi Pendidikan Islam

Isu Palestina adalah isu yang paling hangat dan selalu hangat untuk sampai saat ini. Kehangatan isu ini bukan saja sebatas isu politik, tetapi merupakan isu ideologis. Peristiwa demi peristiwa mewarnai kehidupan negeri Palestina sejak masa khalifah umar bin Khaththab ra. sampai saat ini. Dan isu ini Kembali hangat Ketika terjadi serangan militan muslim Palestina ke daerah israel dari Jalur gaza 7 oktober 2023 yang dikenal dengan “Al Aqsha operation flood (Operasi banjir al-Aqsha)”.

Kembali Palestina berada di persimpangan jalan, khususnya di Indonesia, saat kedatangan Presiden Prancis Emmanuel Marcon ke Jakarta. Sebagaimana dilansir oleh Media umat, edisi 382 2025, Presiden Republik Indonesia, Prabowo subianto membuat pernyataan yang mengejutkan publik, khususnya umat Islam. Dalam kenferensi pers Bersama Presiden Prancis Emmanuel Marcon di Jakarta, Prabowo menyatakan bahwa Indonesia Siap menjalin hubungan diplomatik dengan Israel jika negara Zionis itu mengakui kemerdekaan Palestina. “Begitu negara Palestina diakui oleh Israel, Indonesia siap untuk mengakui Israel dan kita siap untuk membuka hubungan diplomatik,” ujarnya.

Pernyataan Presiden RI ini, menuai pro dan kontra ditengah-tengah umat Islam. Ketua umum pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menilai Prabowo konsisten dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Sementara itu, ketua pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas, sebagaimana dimuat di Media umat, mengatakan, jika Israel ingin membuka hubungan diplomatik dengan Indonesia, negara itu harus berhenti menjajah Palestiana.

Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) bidang hubungan luar negeri dan Kerjasama Internasional Sudarnoto Abdul hakim mengatakan, lembaganya dapat memahami pernyataan Prabowo. Menurutnya dukungan Indonesai terhadap Palestina tetap harus menjadi prioritas. Ia menyatakan “Jika Israel tidak lagi menjajah, semua pasukan mundur dari Gaza, semua tanah yang telah direbut secara paksa oleh Israel dikembalikan, semua tawanan Palestina dilepas, maka tidak ada lagi alasan Indonesia untuk membenci Israel,”

Adapun wakil ketua majlis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid menilai Indonesia tidak usah terburu-buru dahulu menyampaikan pernyataan membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Israel bisa saja menyetujui syarat-syarat tertentu agar diakui negara lain. Namun kata dia, besar kemungkinan negara zionis itu akan melanggar.

Sementara itu Cendekiawan Muslim M Ismail Yusanto menyebut, Persoalan Palestina bukanlah persoalan tapal batas willayah. Masalah utamanya menurut Cendekiawan Muslim Indonesia Ismail Yusanto, adalah pendudukan Israel atas wilayah Palestina. “inilah yang disebut sebagai qodiyyah wujud (Problem eksistensi).” Pernyataan yang sama dinyatakan oleh Sekretaris Dewan Syuro PA 212 Slamet Ma’arif. Solusi dua negara yang disampaikan presiden Prabowo itu bukan Solusi, tetapi itu bentuk pengakuan terhadap Israel, secara langsung. Demikian Palestina masih dalam persimpangan Jalan.

Tanah Palestina, adalah tanah kaum muslimin. Tanah Palestina telah berada di bawah kekuasaan kaum Muslimin saat dibebaskan oleh khalifah Umar bin Khaththab ra. Tahun 15 H. Uskup Safruniyus menyerahkan langsung kepada Khalifah Umar di atas sebuah perjanjian yang dikenal dengan perjnajian ‘Umariyyah. Dan Palestina direbut Kembali oleh pasukan kaum muslimin di bawah pimpinan Shalahuddin al-Ayyubi tahun 583 H.

Orang-orang Zionis Yahudi menyadari, bahwa Palestina bukanlah tanah yang tidak bertuan. Tetapi ia adalah tanah kaum muslimin yang dijaga dan dilindungi oleh negara Khilafah, yaitu Khilafah Usmani. Ketika pemuka Zionis Yahudi Theodore Hertzl menawarkan bantuan dan meminta sejengkal tanah Palestina melalui Khalifah Sulthan Abdul Hamid II, maka Khalifah dengan tegas menolak memberikannya, karena tanah Palestina adalah tanah milik kaum Muslimin.

Maka satu satunya cara untuk mendapatkan tanah Palestina adalah dengan menghilangkan pelindung tanah Palestina, yaitu Khilafah Islam Usmani. Itulah kemudian yang dilakukan oleh Zionis dengan didukung oleh negara-negeri kafir harbi yang berhasil menghancurka Khilafah Islam Turki Usmani tahun 1924. Pasca keruntuhan Khilafah Islam Turki Usmani, mulailah eksodus besar-besaran komunitas Yahudi dari berbagai wilayah di dunia ke Palestina. Puncaknya pada tahun 1948, atas sokongan inggris dan PBB, negara Israel dideklarasikan.

Hingga saat ini fakta menunjukkan bahwa Palestina bukanlah entitas berdaulat. Gaza diblokade, Tepi barat dipenuhi lebih dari 700.000 pemukim illegal, rakyatnya dibunuh, tanahnya dirampas, pembunuhan dan genosida terus berlangsung hingga saat ini. Maka Solusi dua negara yang terus dipromosikan PBB, menjadi alat untuk menenangkan dunia arab (kaum muslimin) dan menjadi legitimasi kolonialisme negara-negara barat terhadap daerah-daerah kaum muslimin, khususnya Palestina.

Berdasarkan pemaparan di atas, kaum muslimin dengan Syariat Islam, memiliki cara yang jelas untuk menyelesaikan kasus Palestina. Bukan dua negara dan bukan juga berdamai dengan negara yahudi Zionis dan negara-negara kafir lainnya, bukan juga dengan mengakui eksistensi negara Israel di bumi Palestina. Tetapi solusinya adalah jihad dan Khilafah.

Jihad merupakan perjuangan yang menyeluruh, mencakup aspek fikrah (pemikiran) dan thariqoh (metode). Artinya, umat Islam harus memiliki pemahaman yang benar tentang realitas penjajahan di Palestina sekaligus memahami metode yang tepat untuk membebaskannya. Satu-satunya thariqoh yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah ď·ş untuk menyelesaikan persoalan Palestina adalah dengan menegakkan Daulah Khilafah. Di bawah kepemimpinan seorang Khalifah, seluruh kekuatan kaum Muslimin akan bersatu dan dikerahkan untuk mengakhiri penjajahan serta membebaskan Palestina secara total.

Posting Komentar

0 Komentar