PENAMBANGAN NIKEL DI RAJA AMPAT, PENGELOAAN SDA SESUAI SYARI'AT?


Oleh: Ummu Khadeejah
Muslimah Peduli Umat

Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, termasuk nikel. Salah satu wilayah yang memiliki potensi besar dalam penambangan nikel adalah Raja Ampat, yang terletak di jantung Indonesia Timur. Namun, potensi ini juga menimbulkan kekhawatiran terhadap dampak lingkungan dan sosial yang mungkin ditimbulkan. Di antaranya adalah kerusakan ekosistem laut, pencemaran air, serta ancaman terhadap keanekaragaman hayati yang sangat khas di wilayah ini. Selain itu, masyarakat adat dan nelayan lokal yang menggantungkan hidup pada laut, juga berpotensi terdampak secara langsung.

Seiring meningkatnya kebutuhan global akan nikel, terutama untuk mendukung teknologi energi bersih, aktivitas penambangan nikel di Raja Ampat menjadi isu yang penting untuk dikaji. Karenanya menjadi penting untuk menyoroti dampak lingkungan dan sosial yang mungkin terjadi akibat penambangan nikel, serta bagaimana Islam mengatur pengelolaan sumber daya alam secara bijak dan berkelanjutan.


Dampak Lingkungan dan Respons Pemerintah

Penambangan nikel di Raja Ampat telah menyebabkan berbagai kerusakan lingkungan yang cukup serius. Mulai dari deforestasi, pencemaran air, hingga kerusakan ekosistem laut yang berdampak pada keberlangsungan keanekaragaman hayati serta mata pencaharian masyarakat lokal.

Menanggapi hal ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan akan turun langsung meninjau aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Peninjauan ini dilakukan menyusul laporan yang menyebutkan bahwa kegiatan pertambangan tersebut telah merusak kawasan perairan dan mengancam sektor pariwisata di wilayah yang dikenal sebagai salah satu destinasi wisata paling eksotis di Indonesia.

Akibat sorotan publik yang semakin besar terhadap penambangan nikel di Raja Ampat, Menteri ESDM kemudian memutuskan untuk menghentikan sementara kegiatan operasional tambang tersebut. Namun, menurut Greenpeace Indonesia, keputusan itu dinilai hanya sebagai “akal-akalan” untuk meredam protes masyarakat, bukan penyelesaian yang substantif.


Pelanggaran Hukum dan Tuntutan Pencabutan Izin

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, menyatakan bahwa penerbitan izin kepada lima perusahaan tambang di wilayah itu telah melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Dalam Pasal 35 (k) disebutkan bahwa penambangan mineral di wilayah pesisir dan pulau kecil dilarang, baik secara langsung maupun tidak langsung, apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan atau pencemaran lingkungan serta merugikan masyarakat.

Karena itu, Iqbal mendesak pemerintah tidak hanya menghentikan sementara kegiatan tambang, tetapi juga mencabut seluruh izin perusahaan yang telah diberikan.

Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup menemukan banyak pelanggaran serius terkait aktivitas pertambangan di Raja Ampat. Di balik reputasinya sebagai destinasi wisata unggulan dengan keindahan alam yang memukau, wilayah ini ternyata juga menjadi lokasi aktivitas tambang nikel yang kini tengah diawasi ketat oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Empat perusahaan yang masuk dalam daftar pemantauan tersebut meliputi PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymond Perkasa.


Kapitalisme dan Kerusakan Lingkungan

Kegiatan penambangan nikel di Raja Ampat bukan sekadar menghadirkan persoalan lingkungan di tingkat lokal, tetapi juga memicu keprihatinan serius dari komunitas global yang menyoroti dampaknya terhadap ekosistem dan warisan alam dunia. Keanekaragaman hayati yang dilindungi secara internasional, termasuk spesies endemik dan ekosistem laut yang sangat unik, terancam punah.

Fenomena ini menjadi cermin nyata dari sistem kapitalisme, di mana eksploitasi sumber daya dilakukan tanpa memperhatikan keberlangsungan lingkungan. Bahkan, kegiatan yang merusak lingkungan tetap dapat berlangsung meskipun melanggar undang-undang. Hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan sering kali berpihak pada pemodal, bukan pada rakyat atau alam.


Pandangan Islam dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam

Islam memandang bahwa menjaga lingkungan dan keseimbangan ekosistem merupakan kewajiban. Dalam Al-Qur'an, Allah ﷻ berfirman:

وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ
Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (Allah) memperbaikinya...” (QS. Al-A‘raf: 56)

Ayat lainnya menyatakan:

اِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْاَرْضِ زِيْنَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ اَيُّهُمْ اَحْسَنُ عَمَلًا
Dan Kami jadikan segala sesuatu di bumi ini sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka, siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (QS. Al-Kahfi: 7)

Islam juga memiliki konsep hima, yaitu sistem perlindungan kawasan tertentu untuk menjaga kelestarian lingkungan. Prinsip hima diterapkan sebagai upaya menjaga lahan penggembalaan, kawasan hutan, dan sumber mata air, agar kelestarian sumber daya tetap terjamin bagi generasi mendatang. Tindakan ini merefleksikan tanggung jawab manusia dalam merawat, melindungi, dan menjaga keberlangsungan bumi sebagai bagian dari amanah yang diemban atas alam semesta.

Konsep Hima dan Tanggung Jawab Pemimpin

Meskipun istilah hima tidak disebut secara eksplisit dalam ayat atau hadis, prinsip-prinsipnya sangat sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya pelestarian alam. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ
Ketahuilah Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang di pimpin, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari)

Dalam konteks ini, pemimpin memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara adil, transparan, dan bertanggung jawab. Pengelolaan tersebut harus sejalan dengan prinsip-prinsip syariat Islam dan mengutamakan kemaslahatan umat, bukan kepentingan segelintir pihak.

Wallahu a‘lam bish-shawab.

Posting Komentar

0 Komentar