PESTA MIRAS DI RUMAH APARAT BIKIN MIRIS


Oleh: Abdullah M
Relawan Bina Ummah

Minuman keras (miras), apa pun namamu
tak akan kureguk lagi
dan tak akan kuminum lagi,
walau setetes (setetes)...

Malam tahlilan yang seharusnya berlangsung khidmat justru berakhir nestapa. Pada tanggal 26 April 2025, warga di Desa Temenggungan, Probolinggo, mengadakan acara yang diwarnai dengan konsumsi minuman keras (miras). Kepala desa yang baru saja menggelar tahlilan kematian ibunya, memiliki ide gila dengan memanggil beberapa warga untuk diajak minum miras oplosan. Tragisnya, dua dari tujuh peserta pesta minuman keras itu meninggal dunia meskipun sempat mendapatkan perawatan di rumah sakit terdekat.

Alih-alih berbakti, justru mencoreng nama baik keluarga besar. Jauh panggang dari api, berharap berbakti, namun justru kemaksiatan yang dilakukan. Mirisnya, pelakunya adalah seorang kepala desa. Tidak memberikan keteladanan, justru malah melakukan kemaksiatan, padahal miras jelas diharamkan dalam Islam.

Bahkan, Rasulullah ﷺ melalui lisannya yang mulia menyampaikan bahwa miras adalah induk dari segala kejahatan. Dari minuman keras ini, dapat lahir berbagai kemaksiatan lainnya. Belum termasuk efek buruknya terhadap kesehatan fisik, baik dalam waktu dekat maupun dalam jangka panjang.

Tak heran jika sang maestro dangdut, H. Rhoma Irama, melalui kutipan lirik lagu “Mirasantika” di atas, mengajak masyarakat untuk meninggalkan kebiasaan mengonsumsi minuman keras. Lagu tersebut merupakan bentuk pertobatan sang maestro terhadap minuman keras, sekaligus seruan agar tidak ada lagi yang mengonsumsinya.

Apa yang terjadi jika pesta miras berlangsung seusai tahlilan di lingkungan Anda? Tentu tak lazim, namun faktanya hal ini benar-benar terjadi. Karena itu, negara harus hadir melalui regulasi yang tegas untuk menghukum para pelaku, penjual, produsen, dan distributor miras.

Dalam Islam, peminum miras dijatuhi hukuman cambuk sebanyak 40 atau 80 kali. Rasulullah ﷺ pernah menerapkan 40 cambukan, begitu pula Abu Bakar ra., sedangkan Umar bin Khattab ra. menetapkan 80 cambukan (HR. Muslim). Jumlah cambukan disesuaikan dengan keputusan qadhi atau khalifah.

Adapun bagi produsen, penjual, dan distributornya, mereka dijatuhi hukuman cambuk dan hukuman penjara hingga lima tahun.

كُلُّ مَنْ باَعَ أَوِ اشْتَرَىْ أَوْ عَصَرَ أَوْ نَقَلَ أَوْ حَازَ خَمْراً يُعَاقَبُ بِالْجَلْدِ وَالسِّجْنِ حَتىَّ خَمْسِ سَنَوَاتٍ، يُسْتَثْنىَ مِنْ ذَلِكَ مَنْ يُبِيْحُ لَهُ دِيْنُهُ شُرْبَ الْخَمْرِ
Setiap orang yang menjual, membeli, memeras, memindahkan, atau menyimpan khamr, dikenai hukuman cambuk dan penjara hingga lima tahun, kecuali mereka yang menurut agamanya dibolehkan meminum khamr (seperti orang Nasrani).” (Abdurrahman Al-Maliki, Nizhāmul ‘Uqūbāt, hlm. 97).

Ketegasan hukum Islam ini akan meminimalisasi peredaran miras dan mencegah berbagai kemaksiatan yang ditimbulkannya.

Posting Komentar

0 Komentar