PUNGLI DAN NARKOBA DI KIM: DUA SIMPTOM GAGALNYA SISTEM


Oleh: Marnisa Sp.
Aktivis Muslimah

Ketika pungli menjadi teror di jalanan, aparat penegak hukum justru hanya menjadi penonton.
Sementara itu, masyarakat terus-menerus hidup dalam bayang-bayang ketakutan akan keamanan yang kian mengkhawatirkan.

Empat orang yang diduga kuat melakukan pungutan liar ditangkap oleh Tim Patroli Presisi Sat Samapta Polres Pelabuhan Belawan di kawasan Kawasan Industri Medan (KIM), Belawan. Para pelaku didapati melakukan aksi pemalakan dengan berpura-pura mengatur lalu lintas dan memungut uang dari para sopir truk.

Setelah ditangkap, mereka ternyata juga terbukti menggunakan narkoba, sehingga kasus ini dilimpahkan ke satuan narkoba untuk penanganan lebih lanjut. Kepolisian mengimbau masyarakat untuk tidak ragu melapor jika menjadi korban tindakan serupa.

Seorang warga menyampaikan bahwa kawasan KIM sudah sejak lama dikenal sebagai sarang pungli. Seharusnya wilayah ini menjadi fokus pengawasan dan patroli rutin dari Polres Pelabuhan Belawan (Detiksumut.com, 25/05/2025).

Tertangkapnya pelaku pungli di wilayah industri ini menunjukkan lemahnya pengawasan negara terhadap keamanan publik, khususnya di zona-zona strategis. Keberadaan preman berkedok pengatur lalu lintas jadi bukti negara gagal menghadirkan rasa aman dan tertib di ruang publik.

Alih-alih menjadi pusat kegiatan ekonomi yang aman, Kawasan Industri Medan justru berubah menjadi titik rawan kejahatan karena negara lalai menjaga stabilitas sosial. Premanisme tumbuh karena sistem pengawasan lemah dan penegakan hukum yang hanya bersifat reaktif.

Fakta bahwa para pelaku juga pengguna narkoba menunjukkan bahwa aksi jalanan kerap berkaitan dengan kerusakan moral yang lahir dari sistem sekuler. Sistem ini tidak memberi arah hidup yang jelas, membiarkan orang menempuh jalan pintas melalui tindak kriminal akibat tiadanya jaminan kesejahteraan sejati.

Ironisnya, kasus pungli seperti ini bukan hal baru. Bahkan sudah menjadi hal lumrah di masyarakat. Kejadian seperti ini tak jarang memakan korban jiwa, namun tetap dipandang biasa saja.

Fenomena ini tak lepas dari sistem kapitalistik yang lebih menekankan pembangunan ekonomi daripada perlindungan sosial. Pemerintah lebih sibuk menggenjot investasi ketimbang menuntaskan masalah keamanan masyarakat.

Inilah yang terjadi ketika sebuah negara menganut sistem kapitalisme-sekuler. Pemerintah dan aparat hanya berorientasi pada aspek materi, sehingga keamanan masyarakat diabaikan. Seperti yang terjadi pada praktik pungli di jalan-jalan tol dan kawasan lainnya.

Dalam sistem Islam, keamanan merupakan hak rakyat yang harus dijamin negara. Negara tidak hanya bereaksi setelah kejahatan terjadi, tetapi juga aktif menciptakan lingkungan yang aman. Hal itu dilakukan melalui pendidikan berbasis akidah, kontrol sosial yang hidup, serta penerapan sanksi yang menimbulkan efek jera.

Hukum dalam Islam tidak hanya menghukum, tetapi juga berfungsi preventif dan memperbaiki moral. Pelaku kejahatan seperti pemalak dan pengguna narkoba dikenai sanksi syar’i yang menutup peluang untuk mengulangi perbuatannya.

Kasus pungli ini menegaskan kegagalan sistem sekuler. Islam memiliki mekanisme mencegah kejahatan seperti pungli secara menyeluruh.

Pertama, Islam membina individu agar memiliki ketakwaan. Akidah Islam menjadi fondasi yang membuat mereka takut berbuat maksiat karena sadar selalu diawasi oleh Allah ﷻ.

Kedua, peran masyarakat sangat penting. Masyarakat Islam saling mengingatkan dalam kebaikan dan mencegah kemungkaran, mengikat sesama dengan akidah sebagai pengawas sosial.

Ketiga, negara dalam Islam menjalankan fungsi penegakan hukum secara tegas. Setiap pelanggaran syariat akan mendapat sanksi. Termasuk pungli, yang merupakan bentuk kezaliman karena mengambil hak orang lain. Bahkan disebut termasuk dalam dosa besar (al-kabair). Allah ﷻ berfirman:

اِنَّمَا السَّبِيْلُ عَلَى الَّذِيْنَ يَظْلِمُوْنَ النَّاسَ وَيَبْغُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّۗ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.” (QS. Asy-Syura: 42).

Imam Nawawi juga menyebut pungli sebagai dosa yang keji karena menzalimi sesama manusia. (Ibnu Katsir, An-Nihayah fi Gharib al-Hadits wal al-Atsar, Jilid II). Dalam Islam, pelaku pungli, suap, hingga gratifikasi dapat dijatuhi sanksi berat hingga hukuman mati, tergantung keputusan hakim (kadi) dalam sistem takzir.

Selama sistem yang diterapkan masih berpijak pada sekularisme dan kapitalisme, maka pemberantasan premanisme hanya akan bersifat tambal sulam, tidak pernah menyentuh akar persoalan.

Wallahualam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar