REFLEKSI IDUL ADHA: MENELADANI IBRAHIM, MENGHIDUPKAN KEMBALI PENGORBANAN SEJATI


Oleh: Abu Ghazi
Penulis Lepas

Hari yang ditunggu-tunggu oleh kaum Muslimin akhirnya tiba. Idul Adha, hari raya penuh makna, kembali menyapa umat Islam di seluruh dunia. Langit dan bumi seolah bergemuruh oleh gema takbir, tahlil, dan tahmid. Jutaan jemaah haji di Tanah Suci menunaikan ibadah yang mulia, seraya melantunkan talbiyah sebagai ungkapan kepasrahan, kerinduan, dan pengagungan kepada Allah ﷻ.

Inilah Yawm an-Nahr, Hari Raya Kurban. Salah satu dari dua hari terbaik bagi umat Islam. Pada hari ini, kaum Muslim diperintahkan untuk melaksanakan salat Idul Adha, mengumandangkan takbir, dan menyembelih hewan kurban sebagai wujud ketakwaan. Rasulullah ﷺ bersabda:

أَعظمُ الأيَّامِ عِنْدَ اللَهِ يَوْمُ النَّحْرِ
"Hari yang paling agung di sisi Allah adalah Hari Raya Kurban." (HR. Abu Dawud)

Lebih dari sekadar peringatan ritual, Idul Adha adalah panggilan untuk merenung. Ia mengajak kita meneladani seorang kekasih Allah, Nabi Ibrahim as., yang kisah hidupnya dipenuhi dengan pelajaran tentang keimanan, keberanian, dan pengorbanan.


Ibrahim as. Sosok Teladan Sepanjang Zaman

Nabi Ibrahim as. adalah figur yang seluruh hidupnya diabdikan untuk memperjuangkan tauhid. Ia berdiri tegak menghadapi kaumnya yang tenggelam dalam kesyirikan. Dengan tegas, ia mengingkari penyembahan berhala dan menyerukan kebenaran meskipun penuh risiko:

اِذْ قَالَ لِاَبِيْهِ وَقَوْمِهٖ مَا هٰذِهِ التَّمَاثِيْلُ الَّتِيْٓ اَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُوْنَ
(Ingatlah), ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya dan kaumnya, “Patung-patung apakah ini yang kamu tekun menyembahnya?” (QS. al-Anbiya’ [21]: 52)

قَالُوْا وَجَدْنَآ اٰبَاۤءَنَا لَهَا عٰبِدِيْنَ 
Mereka menjawab, “Kami mendapati nenek moyang kami menyembahnya.” (QS. al-Anbiya’ [21]: 53)

قَالَ لَقَدْ كُنْتُمْ اَنْتُمْ وَاٰبَاۤؤُكُمْ فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
Dia (Ibrahim) berkata, “Sesungguhnya kamu dan nenek moyang kamu berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. al-Anbiya’ [21]: 54)

Ia bahkan berani menghadapi ancaman rezim zalim yang membakarnya hidup-hidup. Namun Allah ﷻ menyelamatkannya:

قَالُوْا حَرِّقُوْهُ وَانْصُرُوْٓا اٰلِهَتَكُمْ اِنْ كُنْتُمْ فٰعِلِيْنَ
Mereka berkata, “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak berbuat.” (QS. al-Anbiya’ [21]: 68)

قُلْنَا يَا نَارُ كُوْنِيْ بَرْدًا وَّسَلٰمًا عَلٰٓى اِبْرٰهِيْمَ
Kami (Allah) berfirman, “Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim!” (QS. al-Anbiya’ [21]: 69)

Ibrahim as. tak hanya berdakwah, ia juga menunjukkan ketaatan tanpa syarat kepada Allah. Saat diperintahkan meninggalkan istri dan anaknya di lembah tandus Makkah, ia melakukannya tanpa ragu. Ketika ditanya oleh istrinya, Hajar, apakah ini perintah Allah, ia menjawab, “Ya.” Maka Hajar pun berkata yakin, “Kalau begitu, Allah tidak akan menyia-nyiakan kami.

Di hadapan Ka’bah, ia berdoa:

رَبَّنَآ اِنِّيْٓ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَفْـِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْٓ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ
Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS. Ibrahim [14]: 37)

Dan puncak dari segala ujian adalah saat Allah ﷻ memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih anaknya, Ismail as. Keduanya menjalani perintah itu dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. Maka Allah pun memuliakan mereka dan mengganti Ismail dengan sembelihan besar:

قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا ۚاِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ
Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. ash-Shaffat [37]: 105)

اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الْبَلٰۤؤُا الْمُبِيْنُ
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (QS. ash-Shaffat [37]: 106)


Pengorbanan Sejati Bukan Sekadar Simbol

Kisah Ibrahim bukan sekadar narasi indah untuk dikenang. Ia adalah seruan nyata agar kita, sebagai umat Muhammad ﷺ, meneladani ketaatan dan pengorbanannya. Sebab ketaatan kepada Allah tidak hanya terbatas pada ibadah personal atau akhlak semata. Ia mencakup seluruh aspek kehidupan, dari ekonomi, hukum, politik, hingga pemerintahan.

Sayangnya, banyak Muslim hari ini yang hanya mentaati sebagian hukum Islam dan mengabaikan yang lainnya. Mereka taat dalam pengurusan jenazah, tetapi abai dalam penerapan hukum Islam secara menyeluruh. Seakan-akan Islam diturunkan hanya untuk mengurus perkara kematian, bukan untuk mengatur kehidupan manusia.

Padahal, Islam adalah agama yang sempurna. Menjalankan syariat Islam secara total adalah bentuk cinta dan pengorbanan sejati, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Ibrahim as. Allah ﷻ berfirman:

قُلْ اِنْ كَانَ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْ وَاِخْوَانُكُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَاَمْوَالُ ِۨاقْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَجِهَادٍ فِيْ سَبِيْلِهٖ فَتَرَبَّصُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَ
Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (QS. at-Taubah [9]: 24)


Gaza dan Realitas Pahit Umat Islam Hari Ini

Sementara umat Islam di berbagai belahan dunia merayakan Idul Adha dengan suka cita berkumpul bersama keluarga, melantunkan takbir, dan menyembelih hewan kurban Gaza masih berselimut duka dan darah. Di tengah kegembiraan kita, mereka justru bergelut dengan luka dan kehilangan. Genosida yang dilakukan oleh penjajah Yahudi belum juga berhenti, dentuman bom terus mengguncang, meninggalkan puing dan air mata.

Blokade makanan dan bantuan kemanusiaan diperketat, membuat mereka yang selamat dari serangan justru terancam mati perlahan karena kelaparan. Dalam sunyi dan derita, mereka menanti uluran dunia yang kerap kali abai, bahkan saat hari raya yang seharusnya menjadi momen berbagi dan peduli.

Ironisnya, tak ada satu pun penguasa negeri Muslim yang mau berkorban untuk menyelamatkan Gaza. Sebaliknya, mereka justru mempererat hubungan dengan Amerika Serikat, penyokong utama Israel. Mereka sibuk mengatur pelaksanaan ibadah haji, tetapi menutup mata dari kewajiban jihad untuk membebaskan Tanah Suci yang lain: Palestina.

Di sinilah pentingnya institusi pemersatu umat: Khilafah Islamiyyah. Sebuah negara adidaya yang tidak hanya menegakkan hukum-hukum Allah, tetapi juga menjadi pelindung bagi seluruh umat Islam di dunia. Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
Sesungguhnya imam (khalifah) adalah perisai, tempat orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hanya dengan Khilafah, potensi umat akan disatukan. Jihad akan dikobarkan bukan oleh individu atau kelompok kecil, tetapi oleh kekuatan negara. Inilah bentuk pengorbanan tertinggi di jalan Allah ﷻ:

اِنَّ اللّٰهَ اشْتَرٰى مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اَنْفُسَهُمْ وَاَمْوَالَهُمْ بِاَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَۗ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَيَقْتُلُوْنَ وَيُقْتَلُوْنَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِى التَّوْرٰىةِ وَالْاِنْجِيْلِ وَالْقُرْاٰنِۗ وَمَنْ اَوْفٰى بِعَهْدِهٖ مِنَ اللّٰهِ فَاسْتَبْشِرُوْا بِبَيْعِكُمُ الَّذِيْ بَايَعْتُمْ بِهٖۗ وَذٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ
Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri mau-pun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung. (QS. at-Taubah [9]: 111)


Menghidupkan Semangat Kurban

Idul Adha bukan hanya soal menyembelih hewan. Ia adalah momen menghidupkan kembali semangat pengorbanan. Jika Ibrahim as. rela mengorbankan putranya demi ketaatan kepada Allah, mengapa kita enggan mengorbankan harta, waktu, atau jabatan demi tegaknya kehidupan Islam?

Kini saatnya umat Islam berhenti puas dengan ibadah simbolik. Kita harus bergerak menuju penerapan Islam kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Mari jadikan Hari Raya Kurban ini bukan hanya perayaan, tapi tonggak perubahan.

Wallahu a'lam bishawab.

Posting Komentar

0 Komentar