SANTRI MENJADI GARDA TERDEPAN BANGSA


Oleh: Neny Nuraeny
Praktisi Pendidikan

Yayasan Addzimat yang berlokasi di daerah Kabupaten Bandung telah menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2017 mengenai Penyelenggaraan Pendidikan. Kegiatan ini langsung dihadiri oleh Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Nisya Ahmad dan disambut oleh para santri serta pengurus yayasan. Pimpinan Yayasan Addzimat, yakni da’i Nanang Amat bersyukur atas kehadiran dari pihak Pemda.

Tujuan sosialisasi ini tidak hanya untuk membentuk akhlak dan penjaga moral saja, juga membekali santri tentang hak dan kewajiban warga negara dan ikut serta dalam pembangunan. Kegiatan ini sekaligus menjadi sarana untuk mempererat silaturahmi serta menyampaikan aspirasi masyarakat kepada pihak legislatif. (jabar.tribunnews.com, 19/5/2025)

Sejatinya pondok pesantren itu diharapkan melahirkan para ulama yang mempunyai kredibilitas tinggi. Tentunya yang sesuai dengan ajaran Rasulullah ﷺ. Para ulama atau para pewaris ajaran nabi, harus mempunyai pondasi akidah yang sangat kuat. Pondasi yang mengakar kokoh dan tidak tergoyahkan. Sehingga terpancar keimanan yang kuat, dan tercermin jelas dalam kehidupannya. Terutama berakhlakul karimah dan bermoral baik.

Harapan ini akan terwujud bila negara mampu mewujudkan iklim yang kondusif dan proses pendidikan, baik di lingkungan pesantren maupun di luar lingkungan. Namun faktanya saat ini, iklim pendidikan yang kondusif sulit sekali diciptakan bila masih diterapkannya sistem kapitalisme sekuler saat ini. Pendidikan dalam pesantren dipersiapkan bukan menjadi para ulama, namun juga untuk menopang ketahanan negara baik dalam sisi ekonomi maupun dari pemerintahan. Tentu saja, santri yang tidak hanya berakhlak baik, namun tetap berdaya dalam segi finansial. Sehingga, menjadi ulama yang hebat tidak menjadi prioritas utama lagi. Pandangan hidup menjadi berubah karena berorientasi pada dunia.

Selain itu, pemikiran kapitalisme dan sekulerisme telah mendominasi dalam dunia pendidikan. Ini terbukti dengan pernyataan “Santri adalah garda terdepan penjaga moral bangsa”. Tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk generasi dan individu-individu yang memiliki kepribadian Islam, mempunyai jiwa kepemimpinan yang tinggi, yang kaya akan tsaqofah Islam dan menguasai sains dan teknologi. Dengan demikian, para santri diharapkan tumbuh menjadi ulama yang memiliki keimanan kokoh, hanya takut kepada Allah, serta memiliki penguasaan yang mumpuni dalam bidang sains dan teknologi. Tidak seperti sekarang, yang dikatakan para ulama saat ini masih banyak yang orientasinya pada dunia semata. Sehingga lupa akan kewajiban yang utama yaitu mencerdaskan taraf berpikir umat.

Disisi lain, pesantren yang akan melahirkan ulama memiliki kredibilitas yang tinggi, tidak akan terwujud jika masih menerapkan sistem yang rusak ini. Ulama yang lahir dari pesantren-pesantren dalam sistem Islam akan menjadi para ulama yang diharapkan bangsa. Santri dididik dengan baik, sehingga memiliki kemampuan teknologi, supaya mampu bersaing di tengah kemajuan zaman. Namun, mereka tetap menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak dan adab dalam Islam. Alhasil, pendidikannya menjadi sejalan, tidak dipisahkan.

Dalam Islam, tidak ada pemisahan antara dunia dan akhirat, atau yang disebut sekularisme, tetapi menuntut ilmu agama harus sejalan dengan kehidupan dunia. Seperti perkataan imam Syafi’i yang diriwayatkan imam Al Baihaqi dalam kitab manaqib Asy Syafi’i:

مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ أَرَادَ الأَخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
Barangsiapa yang menginginkan dunia, maka wajib baginya memiliki ilmu. Dan barang siapa yang menginginkan akhirat, maka wajib baginya memiliki ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan keduanya, maka wajib baginya memiliki ilmu.

Bahkan di zaman kegemilangan Islam lahir para pejuang yang tangguh seperti Muhammad Al-fatih, yang tidak hanya menjadi panglima terbaik, tetapi juga memiliki keimanan yang begitu kuat di usianya yang masih tergolong muda. Muhammad Al-fatih telah dipersiapkan sejak kecil, lalu dipilihkan guru terbaik dan diberikan pendidikan yang hebat. Sehingga dapat menaklukan kota konstantinopel.

Selain Sultan Muhammad Al-Fatih juga lahir para pemuda pejuang Islam. Diantaranya Usamah bin Zaid, di usia 18 tahun telah menjadi pemimpin pasukan yang anggotanya adalah para pembesar sahabat, Abu Bakar dan Umar. Kemudian, ada para pemuda Islam di sama kegemilangannya yaitu Sa’ad bin abi Waqqas, di usia yang masih muda, tetapi beliau yang pertama kali melontarkan anak panah di jalan Allah. Ada lagi Al Arqam bin abil Arqam, Zubair bin Awwam, Zaid bin Tsabit dan masih banyak yang lainnya.

Dengan demikian, dalam sistem Islam santri mampu menjadi pemimpin yang handal, mempunyai tsaqofah dan menguasai sains serta teknologi. Tentunya mereka semua hidup dalam sistem pendidikan yang shahih. Sistem di bawah pemerintahan yang menerapkan Islam secara menyeluruh. Yang akan lahir generasi-generasi yang handal menjadi garda terdepan menghadapi apapun yang akan mengancam keutuhan bangsa. Individu yang dirindukan inilah lahir dalam kepemimpinan dan sistem pemerintahan Islam. Tidakkah hal tersebut membuat kita rindu penerapan Islam secara kaffah?

Wallahu a’lam Bisshawab.

Posting Komentar

0 Komentar