DIM SUM, KANGAROO DAN BERBAGAI ISTILAHNYA: UJUNG-UJUNGNYA MENAMBAH UTANG


Oleh: Muhar
Sahabat Gudang Opini

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto, secara terbuka mengungkapkan rencana pemerintah menerbitkan surat utang baru yang berdenominasi mata uang asing, yakni Dim Sum Bond (dalam yuan Tiongkok) dan Kangaroo Bond (dalam dolar Australia).

Menurut Suminto, seperti halnya surat utang dalam bentuk valuta asing lainnya, penerbitan dua instrumen baru ini bertujuan untuk pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara umum, atau dikenal dengan istilah general financing.

"Penerbitan SBN kita, termasuk dalam valas (USD, EUR, JPY dan nantinya kalau Dim Sum dan Kangaroo), mostly digunakan untuk general financing atau pembiayaan APBN secara umum," ujar Suminto kepada CNBC Indonesia, Jumat (4/7/2025).

Namun, apapun nama dan mata uangnya, pada akhirnya ini tetap utang, dan beban dari utang tersebut akan ditanggung oleh rakyat.


Utang Naik, Pajak Menggigit

Kian besarnya jumlah utang negara pasti berdampak pada kebijakan fiskal yang makin menekan rakyat. Pemerintah akan terus mencari celah pemasukan baru, terutama dari sektor pajak, untuk menutupi kewajiban pembayaran utang. Konsekuensinya, rakyat dipaksa menanggung beragam jenis pungutan yang semakin memberatkan biaya hidup sehari-hari, seperti yang saat ini sudah dirasakan.

Inilah wajah asli sistem kapitalisme: negara dipaksa terus berutang untuk menambal defisit anggaran yang tak kunjung selesai. Setiap tahun rakyat dijejali janji manis soal manajemen fiskal, namun solusinya hanya sebatas tambal sulam. Bahkan, ironi terjadi saat utang lama dibayar dengan utang baru, lalu dibungkus istilah “modern” seperti diversifikasi pembiayaan atau penguatan instrumen fiskal. Padahal, semua itu pada dasarnya adalah jebakan utang yang tak berkesudahan.


Islam Punya Solusi Tanpa Utang

Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam memandang bahwa negara tidak seharusnya hidup dari utang, apalagi utang ribawi yang jelas haram. Dalam sistem Khilafah, negara memiliki sistem pembiayaan mandiri yang kuat, bersumber dari harta-harta yang sah dan berkah.

Sumber-sumber pemasukan negara dalam Islam berasal dari pos-pos seperti zakat, kharaj, jizyah, fai’, dan hasil pengelolaan kepemilikan umum seperti tambang, energi, dan sumber daya alam lainnya. Aset-aset strategis ini akan dikelola langsung oleh negara demi kepentingan rakyat, bukan diserahkan kepada korporasi asing atau swasta lokal.

Dengan demikian, APBN tidak dibangun dari utang luar negeri, melainkan dari sumber halal dan stabil. Negara juga tidak akan menindas rakyat dengan pajak yang memberatkan, karena Islam tidak menjadikan pajak sebagai sumber utama pemasukan negara.


Sistem Harus Diganti

Selama sistem kapitalisme tetap dipertahankan, rakyat akan terus terseret dalam pusaran utang, yang seolah tak memiliki ujung. Beban hidup akan terus bertambah, dan ketergantungan kepada kekuatan asing pun tak terhindarkan.

Karena itu, perubahan sistemik menuju ekonomi Islam adalah satu-satunya jalan keluar. Hanya dengan sistem Islam dalam naungan Khilafah, negara bisa berdiri mandiri secara ekonomi, membebaskan rakyat dari beban utang, dan menjalankan pengelolaan kekayaan secara adil dan sejahtera.

Posting Komentar

0 Komentar