EFISIENSI APBN ALA KAPITALISME, MENGHIMPIT KESEJAHTERAAN RAKYAT


Oleh: Esha Shuji
Aktivis Muslimah

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dinilai sebagai pionir dalam konsolidasi pengadaan dan mendapatkan apresiasi dari Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Hendrar Prihadi. Hal ini disebabkan oleh keberhasilannya dalam menghemat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) hingga 20-30% atau sebesar Rp3,4 triliun secara keseluruhan.

Efisiensi anggaran yang dilakukan oleh Pemprov Jateng mengacu pada arahan Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, yang tertuang dalam Instruksi Presiden (InPres) RI No. 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025 dengan target efisiensi sebesar Rp306,69 triliun. Tujuan dari efisiensi ini adalah untuk mengurangi pemborosan, memastikan alokasi anggaran yang lebih efektif, dan menjaga stabilitas fiskal negara.

Terdapat delapan kementerian yang diketahui mengalami pemotongan anggaran terbesar untuk tahun 2025, yaitu:
  • Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), pemangkasan anggaran sebesar Rp81,38 triliun;
  • Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dikti Saintek), yang dipangkas sekitar Rp22,54 triliun;
  • Kementerian Kesehatan, dipotong sebesar sekitar Rp19,63 triliun;
  • Kementerian Perhubungan, yang mengalami pemotongan sekitar Rp17,87 triliun;
  • Kementerian Agama, yang dipangkas sebesar sekitar Rp14,28 triliun;
  • Kementerian Keuangan (Kemenkeu), yang dipangkas sekitar Rp12,36 triliun;
  • Kementerian Pertanian, yang mengalami pemotongan sekitar Rp10,28 triliun;
  • Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, yang dipangkas sebesar sekitar Rp8,03 triliun.


Anomali Tujuan Inpres No 1 Tahun 2025

Tujuan Inpres tersebut menjadi pertanyaan besar bagi beberapa kalangan. Menurut Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, kebocoran anggaran disebabkan oleh tindakan korupsi. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan masalah pemborosan anggaran, yang harus dilakukan adalah menanggulangi kasus korupsi, bukan dengan efisiensi anggaran di kementerian. Terlebih lagi, efisiensi anggaran yang memang berhubungan langsung dengan kemaslahatan rakyat.

Selain itu, tujuan untuk menjaga fiskal negara, yang artinya mengurangi defisit anggaran dan menghindari ketergantungan berlebihan pada utang, menjadi kontradiktif. Saat ini, rezim Prabowo-Gibran berencana menambah utang baru sebesar Rp775,8 triliun. Padahal, APBN saat ini sudah defisit karena harus menanggung bunga utang yang besar. Sebagai contoh, APBN 2025 harus terpotong untuk membayar bunga utang senilai Rp552 triliun.

Menurut Prof. Agus Hermawan, pakar pendidikan dari UGM, pemangkasan anggaran dapat menurunkan mutu pendidikan nasional dan menghambat akses bagi siswa dari keluarga miskin untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Selain itu, pemangkasan anggaran juga akan memperlambat pembangunan sekolah baru, rehabilitasi gedung sekolah yang rusak, serta peningkatan fasilitas pendidikan seperti laboratorium dan perpustakaan.

Di sektor ekonomi, pemangkasan anggaran akan berdampak langsung pada pengurangan subsidi dan bantuan sosial bagi masyarakat. Di tengah melemahnya daya beli masyarakat yang sangat signifikan, kebijakan efisiensi anggaran ini justru akan semakin memperburuk kondisi ekonomi masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah. Menurut laporan Bank Dunia, daya beli masyarakat Indonesia sudah mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir akibat inflasi yang meningkat, dan pemangkasan anggaran ini diprediksi akan memperburuk keadaan.

Di sektor kesehatan, meskipun pemerintah menyatakan sektor kesehatan tetap menjadi prioritas, pemotongan anggaran dapat mengganggu pelayanan kesehatan, terutama jika tidak ada strategi yang jelas untuk menjaga kualitas layanan. Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Prof. Dyah Mutiarin, menyatakan bahwa pemangkasan anggaran yang mencapai 22 persen dapat berdampak pada pelayanan publik yang bersifat dasar, termasuk kesehatan.

Pemangkasan anggaran juga terjadi di sektor-sektor lain, seperti infrastruktur, transportasi, dan sektor-sektor lainnya. Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa efisiensi anggaran pemerintah adalah tindakan yang tidak pro-rakyat, dan bukan merupakan solusi untuk menyelesaikan masalah defisit dan pemborosan anggaran. Sebaliknya, efisiensi ini hanya penyesuaian yang tidak menyelesaikan masalah mendasar.


APBN Dalam Islam

APBN dalam sistem kekhilafahan Islam memiliki pos-pos pemasukan dan pengeluaran yang diatur sesuai dengan landasan yang kuat, yaitu al-Quran, as-Sunnah, Ijmak Sahabat, dan Qiyas Syar'i. Pos pendapatan APBN Islam terdiri dari 12 kategori:
  • Pendapatan dari harta rampasan perang (anfaal, ghaniimah, fai, dan khumus);
  • Pungutan dari tanah yang berstatus kharaj;
  • Pungutan dari non-Muslim yang hidup dalam Negara Islam (jizyah);
  • Harta milik umum;
  • Harta milik negara;
  • Harta yang ditarik dari perdagangan luar negeri (‘usyur);
  • Harta yang disita dari pejabat dan pegawai negara karena diperoleh dengan cara haram;
  • Harta rikaz dan tambang;
  • Harta yang tidak ada pemiliknya;
  • Harta orang-orang murtad;
  • Pajak;
  • Zakat. (Zallum, 2003)

Banyaknya pintu pemasukan dalam APBN Islam berpotensi untuk menghilangkan defisit anggaran. Pemasukan terbesar dalam APBN Islam adalah melalui harta kepemilikan umum, seperti sumber daya alam yang tidak boleh dikuasai oleh individu. Pengelolaannya dilakukan oleh negara tanpa intervensi luar ataupun asing. Sehingga pemasukan yang didapat akan sepenuhnya digunakan untuk kepentingan masyarakat.

Jika APBN mengalami defisit dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan, serta untuk dakwah dan jihad, negara akan melakukan tiga langkah:
  • Mengoptimalkan pendapatan dari pintu pemasukan yang sudah diatur oleh syariat, seperti meningkatkan produksi sumber daya alam yang ada.
  • Jika masih belum terpenuhi, negara melibatkan masyarakat dalam bentuk gerakan infak dan sedekah secara sukarela.
  • Jika masih belum terpenuhi, negara akan menetapkan kebijakan khusus dalam bentuk dharĂ®bah (semacam pajak), yang hanya diambil dari orang-orang kaya yang Muslim, dengan jumlah yang sesuai dengan kekurangannya, dan tidak boleh lebih. Apabila kebutuhan sudah terpenuhi, pungutan ini akan dihentikan.

Adapun pos-pos pengeluaran APBN ditetapkan berdasarkan enam kaidah, yaitu:
  • Harta zakat menjadi hak delapan ashnaf. Jika harta zakat kurang atau kosong, negara tidak wajib mencarikan pinjaman, melainkan wajib menarik zakat dari para muzakki.
  • Pembelanjaan wajib untuk fakir miskin, ibnu sabil, atau untuk jihad.
  • Kompensasi jasa untuk negara, seperti gaji tentara, ASN, dan sebagainya.
  • Pembelanjaan untuk darurat, seperti bencana alam, serta proyek-proyek kemaslahatan vital seperti jalan raya, sekolah, rumah sakit, dan lainnya.
  • Pembelanjaan untuk pembangunan kemaslahatan umat yang non-vital tetapi tidak wajib.
  • Apabila negara perlu melakukan efisiensi, negara tetap wajib memperhatikan dan memprioritaskan pengeluaran untuk masyarakat yang bersifat wajib, tanpa pemangkasan yang dapat membahayakan kesejahteraan rakyat.

Sebagai penutup, efisiensi anggaran yang diterapkan oleh pemerintah harus mempertimbangkan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat, terutama pada sektor-sektor yang berhubungan langsung dengan kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan subsidi bagi masyarakat miskin. Pemangkasan anggaran yang berlebihan dapat berisiko menurunkan kualitas layanan publik yang vital dan memperburuk kondisi ekonomi masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah.

Oleh karena itu, kebijakan efisiensi anggaran perlu diiringi dengan upaya serius dalam menangani akar masalah pemborosan anggaran, seperti praktik korupsi, dan memaksimalkan pendapatan negara melalui pengelolaan sumber daya alam secara optimal

Dalam perspektif Islam, pengelolaan anggaran negara berlandaskan pada prinsip keadilan sosial dan kepentingan umat, dengan memperhatikan kesejahteraan rakyat tanpa mengorbankan hak-hak dasar mereka. Sebagai bangsa, kita harus bijak dalam menerapkan kebijakan anggaran, dengan memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil tidak hanya berfokus pada efisiensi jangka pendek, tetapi juga memberikan manfaat jangka panjang bagi rakyat Indonesia.

Wallahu 'allam bisshawab

Posting Komentar

0 Komentar