
Oleh: Ummu Zaid
Penulis Lepas
Ancaman kekerasan digital terhadap anak-anak Indonesia semakin mengkhawatirkan. Sepanjang tahun 2024, Komisi Nasional Perempuan mencatat 1.791 kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO), naik 48% dibanding tahun sebelumnya. Pada triwulan satu 2024, kenaikannya bahkan mencapai empat kali lipat, dari 118 kasus di kuartal pertama 2023 menjadi 480 kasus.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia melaporkan 431 kasus eksploitasi anak selama periode 2021–2023, sesuai data KPAI. Kepala BPSDM Kementerian Komunikasi dan Digital, Bonifasius Wahyu Pudjianto, menyatakan bahwa Pemerintah berupaya melindungi perempuan dan anak di ruang digital melalui penerbitan PP Nomor 17 Tahun 2025 (PP TUNAS), yang diharapkan menjadi model regulasi global untuk perlindungan anak di dunia digital. (Komdigi, 07-05-2025)
Dengan adanya PP Tunas, diharapkan kejahatan di ruang digital dapat ditekan. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Data dari Menteri P3A mencatat, 11.800 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi sepanjang 1 Januari hingga Juni 2025. Per tanggal 7 Juli 2025, jumlah tersebut meningkat menjadi 13.000 kasus. (Tempo, 10-07-2025)
Fakta lain yang perlu menjadi perhatian adalah survei dari NCMEC, yang menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat keempat secara global dalam jumlah kasus pornografi anak di ruang digital. Sementara itu, di kawasan ASEAN, Indonesia berada di peringkat kedua. (Tempo, 18-02-2025)
Menteri PMK turut ambil bagian dengan memperluas Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kekerasan Seksual terhadap Anak, dengan melibatkan Kemenko PMK, KemenPPPA, dan Kemenkominfo. Diharapkan kerja sama tiga kementerian ini dapat menurunkan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di ruang digital. (Kemenko PMK, 03-07-2025)
Menteri PMK berharap melalui Inpres tersebut dapat mendorong kampanye anti kekerasan di berbagai lingkungan, mulai dari sekolah, permukiman kota dan desa, hingga tempat kerja.
Adapun kelebihan dari adanya PP Tunas adalah kemampuannya dalam mengatur platform digital agar menyediakan fitur yang sesuai dengan usia dan tingkat risiko anak, serta mewajibkan anak-anak dan remaja untuk menyaring konten di ruang digital yang berpotensi membahayakan.
Namun, pertanyaannya: Sudahkah langkah-langkah yang dilakukan pemerintah benar-benar efektif dalam melindungi perempuan dan anak dari kejahatan di ruang digital?
Sistem Kapitalisme dan Lemahnya Perlindungan Masyarakat
Sistem kapitalisme menempatkan kepentingan ekonomi dan kebebasan individu sebagai prinsip utama. Dalam sistem ini, kebijakan tidak dibuat berdasarkan nilai moral atau kebutuhan rakyat secara menyeluruh, melainkan sejauh mana kebijakan tersebut menguntungkan secara finansial atau menjaga stabilitas pasar. Contohnya:
- Kepentingan Korporasi di Atas Perlindungan Masyarakat: Platform digital raksasa yang menjadi lahan subur bagi pelecehan dan eksploitasi anak sering kali kebal dari regulasi negara. Mengapa? Karena mereka merupakan bagian dari mesin ekonomi kapitalis. Negara kapitalis cenderung bersikap kompromistis terhadap pelanggaran yang dilakukan perusahaan teknologi besar, selama perusahaan tersebut berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan pendapatan pajak. Contohnya, banyak media sosial mempertahankan algoritma yang memprioritaskan konten viral, tanpa peduli apakah konten tersebut merendahkan perempuan atau memicu eksploitasi anak. Konten semacam itu justru mendatangkan klik, iklan, dan uang. Ketika nilai ekonomi menjadi ukuran utama, perlindungan perempuan dan anak menjadi prioritas kedua, jika bukan diabaikan sama sekali.
- Kebebasan Tanpa Batas, Ancaman Nyata: Kapitalisme menjunjung tinggi prinsip kebebasan individu, termasuk kebebasan berekspresi di ruang digital. Akibatnya, negara enggan membatasi atau mengatur konten meskipun mengandung unsur kekerasan seksual, pornografi anak, atau ujaran kebencian terhadap perempuan. Segala bentuk intervensi dianggap melanggar hak asasi manusia dan kebebasan berbicara. Namun, kebebasan tanpa batas di dunia maya adalah pedang bermata dua. Ia membuka pintu bagi predator digital untuk berkeliaran tanpa kendali. Bahkan ketika pelanggaran terjadi, proses hukum sering kali lambat, tidak berpihak pada korban, dan tidak memberi efek jera kepada pelaku.
- Lemahnya Pendekatan Pencegahan: Alih-alih membangun kesadaran moral dan budaya digital yang aman, negara kapitalis lebih menitikberatkan pada solusi teknis seperti laporan manual, pemblokiran terbatas, atau moderasi algoritma yang bisa dimanipulasi. Sistem pendidikan pun tidak diarahkan untuk membentuk karakter anak yang tangguh secara digital, tetapi lebih berorientasi pada keterampilan ekonomi. Tidak mengherankan jika banyak anak menjadi korban eksploitasi karena tidak dibekali ketahanan moral dan pemahaman akan bahaya siber.
Perlindungan Hakiki dalam Sistem Islam
Sebaliknya, sistem Islam dalam naungan khilafah menempatkan perlindungan terhadap kehormatan dan keselamatan individu sebagai prioritas utama. Negara tidak membiarkan konten atau aktivitas daring yang merusak moral atau membahayakan perempuan dan anak. Negara khilafah memiliki peran aktif dalam mengawasi ruang digital, menerapkan hukum yang tegas terhadap pelanggar, serta membentuk masyarakat yang berlandaskan akidah, yang takut kepada Allah ﷻ dalam setiap aktivitas, termasuk saat online.
Selain itu, peran negara khilafah dalam dunia siber adalah menjadikannya alat dakwah dan penyebaran Islam secara global. Negara juga membangun kemandirian teknologi dan infrastruktur digital yang tidak bergantung pada sistem dan perangkat lunak buatan negara kafir yang rentan membuka pintu pengawasan dan sabotase. Fokus perhatian Khilafah adalah memastikan bahwa semua aktivitas dunia maya diatur oleh hukum Islam. Kejahatan siber dikenai sanksi hukum Islam yang tegas dan adil.
Dunia siber juga menjadi bagian dari wilayah jihad modern, terutama dalam perang informasi, pertahanan digital, dan serangan balik terhadap musuh-musuh Islam. Negara membangun pasukan siber yang bertugas melindungi umat dan menyerang pusat-pusat propaganda musuh jika diperlukan. Khilafah juga mendorong kebangkitan sains Islam dalam bidang teknologi seperti AI, big data, dan keamanan digital yang sesuai dengan syariat.
Selama kapitalisme masih digunakan, keamanan perempuan dan anak di ruang digital hanya akan menjadi ilusi. Hanya Khilafah yang mampu memberikan perlindungan menyeluruh bagi perempuan dan anak di dunia digital.
Masihkah umat Islam ragu untuk segera mengambil hukum-hukum Allah ﷻ dalam kehidupan individu, masyarakat, dan negara?
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 208)
0 Komentar