
Oleh: Giar Abu Fadhlan
Pemerhati Sosial, Aktivis Islam Kaffah
Publik dikejutkan oleh kabar duka dari jantung diplomasi Indonesia. Arya Daru Pangayunan, seorang diplomat muda Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI), ditemukan meninggal dunia pada Selasa pagi, 8 Juli 2025, di kamar kosnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Tubuhnya ditemukan dalam kondisi mengenaskan, kepala terlilit lakban, tubuh terbalut kain. Tragedi ini sontak mengguncang opini publik dan memicu spekulasi liar tentang kemungkinan adanya tindak pidana di balik kematian tersebut.
Fakta-Fakta Awal, Misteri yang Belum Terjawab
Arya ditemukan tak bernyawa sekitar pukul 08.00 WIB oleh penjaga kos. Penemuan ini bermula dari kekhawatiran sang istri yang tak dapat menghubunginya sejak malam sebelumnya, sehingga meminta penjaga kos untuk memeriksa kamar. Rekaman CCTV memperlihatkan Arya terakhir kali masuk kamar pada malam 7 Juli. Tidak ada tamu lain yang tercatat keluar-masuk kamar sejak saat itu.
Namun, hal janggal terjadi: CCTV juga menunjukkan penjaga kos sempat membuka jendela kamar sekitar pukul 05.20 WIB, waktu yang memunculkan pertanyaan tentang apa yang sebenarnya terjadi dalam selang waktu tersebut. Kepolisian mengonfirmasi bahwa kepala korban terlilit lakban, memperkuat dugaan adanya unsur kekerasan. Jenazah telah diautopsi di RSCM, namun hasil resminya belum diumumkan. Menteri Luar Negeri RI menyampaikan duka cita mendalam dan menyatakan bahwa proses penyelidikan sepenuhnya diserahkan kepada pihak kepolisian.
Meski pihak kepolisian menyatakan tengah melakukan penyelidikan forensik dan digital secara menyeluruh, publik menanti transparansi dan keseriusan aparat dalam mengungkap kebenaran. Kematian seorang pejabat negara dalam kondisi mencurigakan bukan peristiwa biasa. Ini bukan sekadar tragedi personal, tapi alarm keras tentang lemahnya sistem perlindungan dan keadilan.
Menjaga Jiwa, Menegakkan Keadilan
Dalam Islam, nyawa manusia adalah amanah suci. Tak ada yang boleh merenggutnya kecuali dengan alasan yang sah menurut syariat. Firman Allah ﷻ:
اَنَّهٗ مَنْ قَتَلَ نَفْسًاۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ
“Barang siapa membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia...” (QS. Al-Ma’idah: 32)
Islam bukan hanya memberi sanksi terhadap pembunuh, tetapi juga menutup semua jalan menuju kejahatan, seperti larangan hasad, permusuhan, minum khamr, dan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar sebagai pilar kontrol sosial. Dengan sistem ini, kejahatan dicegah sejak akar, bukan sekadar ditangani saat sudah terjadi.
Jika terbukti ada unsur pembunuhan dalam kasus ini, maka syariat Islam menetapkan qishash sebagai bentuk keadilan setimpal dan pencegahan sosial yang efektif:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِى الْقَتْلٰىۗ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh...” (QS. Al-Baqarah: 178)
وَلَكُمْ فِى الْقِصَاصِ حَيٰوةٌ يّٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
“Dan dalam qishash itu ada kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 179)
Namun, Islam juga memberi ruang bagi keluarga korban untuk memilih antara qishash, diat (denda), atau memaafkan. Ini menunjukkan bahwa keadilan Islam bersifat tegas, adil, dan juga penuh kasih.
Islam Kaffah, Solusi Menyeluruh, Bukan Parsial
Hukum Islam bukan sekadar soal vonis. Islam kaffah membangun peradaban dengan sistem kehidupan yang integral, yang memadukan penanaman akidah, pendidikan karakter, hingga sistem pemerintahan yang bersih, adil, dan responsif. Dalam sistem Islam, seorang hakim (qadhi) benar-benar independen, tidak tunduk pada tekanan politik, modal, ataupun opini publik yang bias. Keputusan hanya berdasar pada syariat Allah yang Mahaadil.
Firman Allah ﷻ menegaskan:
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالْحَقِّۗ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُوْمًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهٖ
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu alasan yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberikan kekuasaan kepada wali si terbunuh...” (QS. Al-Isra’: 33)
Ayat ini menegaskan bahwa nyawa manusia dilindungi, dan keadilan ditegakkan bukan hanya untuk membalas, tetapi juga untuk menegakkan kehidupan yang damai, aman, dan bertakwa.
Tragedi Ini Bukan Yang Pertama, Tapi Harus Jadi Yang Terakhir
Kematian misterius diplomat negara ini bukan satu-satunya peristiwa mencurigakan dalam sejarah birokrasi Indonesia. Kita telah menyaksikan banyak kasus serupa yang hilang ditelan kabut penyelidikan setengah hati. Ini menunjukkan betapa sistem keamanan dan keadilan saat ini masih rentan, mudah diintervensi, dan kerap tak berpihak pada kebenaran.
Islam hadir bukan hanya sebagai keyakinan spiritual, tetapi sebagai sistem hidup yang menyelamatkan jiwa, menjunjung keadilan, dan membangun ketenangan sosial yang hakiki. Di tengah banyaknya kasus hukum yang tak tuntas, Islam kaffah menawarkan solusi menyeluruh. bukan tambal sulam hukum sekuler yang lebih sering melayani elite daripada rakyat.
Saatnya Serius Melindungi Nyawa Rakyat
Kematian Arya Daru Pangayunan adalah tragedi nasional yang menyayat hati. Ia tidak boleh dilupakan begitu saja. Kita patut mendoakan almarhum husnul khatimah, dan lebih dari itu, kita wajib terus mengawal kasus ini agar keadilan ditegakkan. Tapi lebih jauh, kita perlu merenung: apakah sistem hukum yang kita anut hari ini benar-benar sanggup melindungi kita semua? Ataukah kita perlu kembali kepada sistem yang benar-benar memuliakan jiwa, menjunjung kejujuran, dan menegakkan keadilan ilahiah tanpa kompromi?
Islam kaffah bukan utopia, tetapi satu-satunya jalan yang layak ditempuh jika kita ingin menghentikan kejahatan hingga ke akar dan menciptakan keamanan sejati bagi seluruh umat manusia.
Wallahu a’lam bish-shawab.
0 Komentar