
Oleh: Hastuti
Aktivis Muslimah Cilacap
Aksi Global March to Gaza ramai diperbincangkan di media sosial. Aksi ini diikuti oleh ribuan aktivis dan pendukung Palestina dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Global March to Gaza merupakan aksi jalan kaki internasional sejauh kurang lebih 50 km menuju El Arish di Sinai Utara, kemudian dilanjutkan dengan perjalanan selama tiga hari menuju perbatasan Gaza di Rafah. Para demonstran akan melakukan long march dari Kairo, Mesir, menuju Gerbang Rafah. Aksi ini dikabarkan akan diikuti oleh sekitar 10.000 orang dari lebih dari 50 negara. Hari Minggu, 15 Juni 2025, menjadi puncak gerakan Global March to Gaza ketika seluruh peserta tiba di Gerbang Rafah untuk menyerukan dibukanya akses kemanusiaan ke Gaza.
Sebanyak sepuluh warga Indonesia turut bergabung dalam aksi ini, termasuk Zaskia Adya Mecca, Wanda Hamidah, dan sejumlah WNI lainnya. Mereka nyaris ditahan oleh aparat keamanan Mesir saat mengikuti aksi tersebut bersama ratusan peserta dari berbagai negara yang menempuh perjalanan dari Mesir menuju perbatasan Gaza. Mereka membawa satu pesan yang sama: membela Palestina dan mengakhiri penjajahan Zionis.
Melalui laman Instagram pribadinya, Zaskia Adya Mecca mengungkapkan kronologi kejadian saat mereka terlibat dalam aksi solidaritas internasional untuk Palestina. Awalnya, seluruh proses penyelenggaraan aksi berlangsung aman. Negosiasi panitia aksi dengan pemerintah Mesir juga terus berjalan. Namun, saat tiba di Kairo, sejumlah peserta dipulangkan secara paksa, dan banyak aktivis ditahan. Zaskia menyebutkan bahwa panitia aksi menjelaskan, seluruh peserta dianggap tidak sah karena kesepakatan dengan otoritas Mesir dibatalkan secara sepihak.
Aksi damai ini tidak hanya diikuti oleh kaum Muslim, tetapi juga oleh non-Muslim. Mereka mengajukan lima tuntutan utama: penghentian agresi secara langsung, pembukaan permanen perbatasan Gaza, penarikan seluruh pasukan Israel, rekonstruksi total wilayah Gaza, serta pengakhiran penjajahan Israel di Tepi Barat.
Para relawan yang tergabung dalam gerakan Global March to Gaza terhambat di perbatasan Rafah. Bahkan beberapa orang dideportasi oleh penguasa Mesir. Hal ini menunjukkan bahwa gerakan solidaritas kemanusiaan semata tidak cukup untuk menyelesaikan masalah Gaza, karena ada satu penghalang besar yang telah lama dibangun penjajah di negeri-negeri kaum Muslim: yaitu sekat nasionalisme dan konsep negara bangsa.
Nasionalisme Mematikan Hati Kaum Muslim
Selama negeri-negeri kaum Muslim masih terbelenggu oleh sekat nasionalisme, pembunuhan keji oleh kafir penjajah tidak akan pernah berakhir. Paham nasionalisme telah memupus nurani para penguasa Muslim dan tentara mereka. Mereka rela membiarkan saudaranya terbunuh di depan mata, bahkan ikut menjaga kepentingan penjajah hanya demi memenuhi keinginan negara adidaya yang menjadi tumpuan kekuasaan mereka, yaitu Amerika.
Umat Islam harus memahami betapa bahayanya paham nasionalisme dan konsep negara bangsa, baik dari sisi pemikiran maupun sejarahnya. Keduanya telah digunakan musuh-musuh Islam untuk melemahkan kekuatan kaum Muslim dan melanggengkan penjajahan di seluruh negeri-negeri Islam. Karena sekat negara bangsa inilah musuh-musuh kaum Muslim berhasil menyusupkan ketakutan terhadap ancaman negara adidaya, hingga umat tidak lagi memperhatikan seruan akidahnya. Kaum Muslim lupa bahwa Islam mempersatukan mereka layaknya satu tubuh. Jika satu bagian tubuh tersakiti, maka seluruhnya ikut merasakan sakitnya.
Lebih dari itu, sejumlah penguasa Muslim dan negara-negara Arab justru menjalin hubungan diplomatik dengan entitas Zionis Yahudi. Hal ini semakin memperlihatkan lemahnya kekuatan Islam di hadapan Zionis dan sekutunya. Perundingan yang dilakukan antara negara-negara Barat, otoritas Palestina, dan Zionis Yahudi pun tidak pernah memberikan hasil yang signifikan. Sebaliknya, penjajahan makin membabi buta. Mereka memperlakukan rakyat Palestina seakan-akan makhluk hina yang layak dimusnahkan.
Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang seharusnya menciptakan perdamaian dunia, justru menjadi pihak yang terlibat langsung dalam kelahiran dan pengakuan negara Yahudi. Inilah sebabnya negeri-negeri Islam tak mampu mengirimkan pasukan militernya. Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah, pengiriman pasukan militer ke wilayah konflik hanya dapat dilakukan melalui mandat Dewan Keamanan PBB berdasarkan resolusi sesuai Pasal VII Piagam PBB.
Mempersatukan Kaum Muslim Sedunia adalah Keniscayaan
Memang tidak mudah untuk menyatukan umat ini. Namun, persatuan umat bukanlah hal yang mustahil. Sejarah telah mencatat bahwa persatuan kaum Muslim pernah terwujud dalam skala besar sejak negara yang didirikan oleh Rasulullah ﷺ di Madinah hingga kekhilafahan terakhir, yaitu Utsmani. Bahkan, persatuan umat adalah perintah syariat, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an surat Ali Imran ayat 103:
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا
“Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.”
Islam adalah ideologi yang sahih dan mampu menyelesaikan seluruh problematika kehidupan, termasuk membebaskan negeri Palestina dari kekejaman Zionis. Rasulullah ﷺ bersabda:
المسلم أخو المسلم، لا يظلمه، ولا يسلمه
“Seorang Muslim itu adalah saudara bagi Muslim yang lain, tidak boleh menzaliminya dan tidak boleh menelantarkannya” (HR. Muslim no. 2564).
Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘aalamin) mewajibkan jihad fi sabilillah atas kaum Muslimin ketika mereka diperangi, dan hukumnya adalah fardhu ‘ain. Bayangkan jika kekuatan negeri-negeri Muslim bersatu, sudah pasti kekuatan itu jauh lebih besar dibandingkan kekuatan Zionis Yahudi dan sekutunya.
Namun, jihad fi sabilillah secara kolektif dari seluruh negeri-negeri Muslim hanya dapat terlaksana ketika institusi Khilafah Islamiyah kembali tegak. Khilafah akan menghancurkan sekat nasionalisme yang selama ini memecah-belah umat Islam. Kekuatan Zionis Yahudi dan sekutunya takkan mampu menghadapi persatuan jihad dari seluruh kaum Muslimin di bawah satu komando kepemimpinan. Hanya Khilafah yang mampu menghentikan kebiadaban penjajah Zionis, bukan para penguasa yang hanya pandai membuat pernyataan kosong demi pencitraan politik.
Khilafah adalah Perisai Umat
Khilafah Islamiyah adalah perisai yang melindungi umat, menciptakan rasa aman, dan menjamin keadilan bagi seluruh manusia. Peradaban Islam yang dibangun oleh Khilafah telah mencatat kejayaan selama hampir 14 abad. Para Khalifah dan pasukannya dikenal bukan hanya sebagai ahli strategi perang, tetapi juga sebagai hamba yang taat dan ahli ibadah. Kepemimpinan Islam tidak hanya meriayah umat Islam, tetapi juga melindungi warga non-Muslim yang hidup dalam naungan Daulah, selama mereka tunduk pada hukum Islam. Kehidupan mereka pun dijamin secara adil dan sejahtera.
Wahai kaum Muslim, sadarlah bahwa masalah Palestina adalah perkara akidah, bukan sekadar persoalan kemanusiaan. Palestina adalah tanah kaum Muslimin. Masihkah kita percaya pada para penguasa pengecut yang hanya bisa mengecam dari jauh? Persatuan umat adalah kewajiban yang harus segera direalisasikan. Karena itu, sudah saatnya kita mencampakkan sekat negara-bangsa, dan menegakkan kembali Daulah Islam sebagaimana yang pernah didirikan oleh Rasulullah ﷺ.
Wallahu a’lam bish-shawab.
0 Komentar