
Oleh: Nita nur elipah
Penulis lepas
Berbicara tentang kesejahteraan guru memang selalu menjadi sorotan di negeri ini. Tampaknya, kesejahteraan guru belum sepadan dengan beban pekerjaan yang mereka emban. Kondisi ini tentu dapat menurunkan minat masyarakat untuk menjadi guru di Indonesia.
Merujuk pada data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2024, gaji rata-rata guru ASN golongan III baru, hanya berada di kisaran Rp4 juta hingga Rp7 juta per bulan. Sementara itu, guru honorer menerima upah yang jauh lebih rendah, bahkan tak jarang di bawah upah minimum regional. Kondisi ini mencerminkan adanya ketimpangan serius antara beratnya tanggung jawab guru dan apresiasi yang mereka terima. (DPR, 12-05-2025)
Dengan rendahnya gaji para guru terutama honorer tentu akan berdampak pada kualitas pendidikannya. Tanpa penghargaan yang layak, kita tidak bisa berharap banyak dari sistem pendidikan hari ini.
Ditengah rendahnya gaji guru ini, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) telah berusaha meningkatkan kesejahteraan guru dengan memberikan gaji dan tunjangan tambahan kepada guru honorer.
Namun baru-baru ini heboh soal tunjangan tambahan (tuta) guru dicoret dari APBD 2025 Banten. Berita ini menimbulkan kekhawatiran mendalam di kalangan guru, bahkan membuat banyak dari mereka merasa masa depannya terancam. Guru berusaha melakukan beberapa upaya untuk dapat mengembalikan cairnya tuta guru tersebut, bahkan ada yang merencanakan turun ke jalan. (Tangerang News, 24-06-2025)
Para guru yang mendapatkan tugas tambahan atau tuta namun tidak mendapatkan honor tuta menyatakan siap menggelar aksi demonstrasi menuntut hak mereka. Sebab sejak Januari 2025, honor tuta mereka belum juga dibayarkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten, bahkan sudah memasuki bulan keenam tanpa kejelasan.
Bahkan beredar informasi bahwa Dindikbud Banten memang tidak mengalokasikan anggaran untuk honor tuta dalam perencanaan keuangannya. Jika benar, hal ini menunjukkan adanya kelalaian serius dalam memastikan kesejahteraan tenaga pendidik yang berperan penting dalam proses belajar-mengajar. (Banten Raya, 29-06-2025)
Akibat sistem Kapitalisme
Kejadian ini adalah gambaran nasib guru hari ini. Saat ini, kesejahteraan guru masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah, baik di tingkat daerah maupun pusat. Pemenuhan kesejahteraan tentu membutuhkan perhatian yang serius dari pemerintah. Ini bukti bahwa guru adalah korban sistem rusak kapitalisme. Penghasilan mereka rendah dan tingkat kesejahteraannya belum sepenuhnya terjamin.
Penggajian guru sejatinya erat dengan ketersediaan sumber dana negara. Sudah semestinya pemerintah menempatkan kesejahteraan guru sebagai prioritas utama, karena merekalah pilar utama dalam dunia pendidikan yang membentuk generasi unggul dan berkualitas. Bagaimana guru bisa fokus mendidik anak didik jika pikiran mereka masih bercabang mencari sampingan misalnya. Terlebih lagi, biaya hidup saat ini terus meningkat dari waktu ke waktu.
Banyak guru yang memiliki pekerjaan sampingan karena gaji mereka tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan data survei tentang kesejahteraan guru hasil kolaborasi antara Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) dan Dompet Dhuafa, tercatat 55,8% responden mengaku memiliki pekerjaan sampingan. Dari total 403 responden yang terlibat, ini berarti lebih dari 200 guru harus mencari penghasilan tambahan di luar profesinya sebagai pendidik. (Good Stats, 24-05-2024)
Kebijakan terkait guru ini lahir karena guru dianggap sama seperti profesi lainnya, sekadar sebagai pekerja. Di sisi lain, negara tidak sepenuhnya mengurusi pendidikan, namun juga menyerahkan kepada pihak swasta. Belum lagi sistem keuangan dalam sistem kapitalisme yang banyak menggantungkan kepada utang, sehingga gaji besar dirasakan membebani negara.
Padahal Islam sangat menekankan pentingnya menghargai dan memuliakan guru. Rasulullah ﷺ bersabda:
ليس منَّا مَنْ لم يرحمْ صغيرَنا، وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا، ويَعْرِفْ لعالِمِنا حقَّهُ
“Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi yang muda, tidak menghormati yang tua, dan tidak mengetahui hak orang-orang alim (guru) diantara mereka.” (HR. Ahmad).
Bahkan guru adalah bagian dari ulama, yakni orang yang memiliki ilmu dan menyebarkannya sehingga menghargai mereka termasuk dalam menghormati ulama.
Sejatinya pendidikan adalah kunci untuk membentuk individu yang beriman dan berakhlak mulia. Ketika guru merasa dihargai dan hidup sejahtera, mereka akan lebih terdorong untuk memberikan dedikasi terbaik dalam mendidik generasi penerus bangsa.
Oleh karena itu, berdasarkan perspektif Islam, pemerintah dan pihak terkait harus memastikan bahwa tunjangan profesi guru diberikan dengan adil dan tepat waktu serta menyederhanakan proses birokrasi dan memastikan distribusi yang adil.
Hanya Sistem Islam yang Mampu Mensejahterakan Guru
Berbeda halnya dengan sistem pendidikan Islam yang mampu menjamin kesejahteraan para guru. Guru dalam Islam sangat dihargai dan dihormati. Guru memegang peran strategis dalam membentuk karakter generasi dan mendorong kemajuan peradaban bangsa.
Negara Islam mampu memberikan gaji tinggi kepada guru karena negara Islam memiliki sumber pemasukan yang beragam dan dalam jumlah besar. Hal ini tak dapat dilepaskan dengan sistem ekonomi Islam yang menentukan beragam sumber pemasukan, termasuk dari pengelolaan sumber daya alam yang dalam Islam merupakan kepemilikan umum yang dikelola negara.
Dalam sistem Islam, negara memiliki tanggung jawab penuh untuk mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Dalam sistem pendidikan Islam, negara menetapkan kebijakan terkait kurikulum, akreditasi lembaga pendidikan, metode pengajaran, materi ajar, hingga penggajian para tenaga pendidik dengan aturan yang adil, manusiawi, bahkan memuaskan.
Seorang kepala negara (khalifah) akan berusaha sebaik mungkin untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya, termasuk memberikan perhatian penuh kepada para pegawai yang telah berkontribusi besar bagi negara.
Berkenaan hal ini, Rasulullah ﷺ bersabda:
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Seorang Imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Imam Ibnu Hazm dalam kitab Al-Ahkaam menjelaskan bahwa seorang khalifah berkewajiban untuk memenuhi sarana-sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat.
Jika kita melihat sejarah kekhalifahan Islam, kita akan mendapati betapa besarnya perhatian khulafa terhadap pendidikan rakyatnya, demikian pula terhadap nasib para pendidiknya.
Khalifah menjamin hak para aparatur negara, termasuk guru, dengan memberikan upah yang layak serta fasilitas penunjang seperti tempat tinggal, kebutuhan rumah tangga, pembantu, hingga kendaraan. Semua harus disiapkan negara.
Guru dalam naungan sistem Islam akan mendapatkan penghargaan yang begitu tinggi dari negara, termasuk gaji yang bisa melampaui kebutuhannya.
Sebagai gambaran, diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqah ad-Dimasyqi, dari al-Wadhi’ah bin Atha, bahwa Khalifah Umar bin Khaththab memberi gaji 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63.75 gram emas). Bila saat ini harga per gram emas Rp.900 ribu, berarti gaji guru pada saat itu setiap bulannya sebesar Rp.57.375.000.
Demikian pula pada masa kepemimpinan Shalahuddin al-Ayyubi, para guru mendapatkan gaji yang lebih tinggi. Di dua madrasah yang beliau dirikan, yakni Madrasah Suyufiah dan Madrasah Shalahiyyah, gaji guru berkisar antara 11 hingga 40 dinar. Jika dikonversikan ke nilai saat ini, jumlah tersebut setara dengan sekitar Rp42 juta hingga Rp153 juta.
Dalam sistem Islam para guru begitu terjamin kesejahteraannya tanpa ada pembedaan antara guru honorer dan non-honorer, Masya Allah.
Demikianlah kesejahteraan guru dalam naungan sistem Islam. Selain mereka mendapatkan gaji yang sangat besar, mereka juga mendapatkan kemudahan dalam mengakses sarana-prasarana untuk meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya. Hal ini menjadikan guru bisa fokus menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pencetak SDM yang dibutuhkan negara demi membangun peradaban agung dan mulia, tanpa harus bekerja sampingan dalam rangka mendapatkan tambahan pendapatan.
Inilah aturan Islam yang sangat visioner. Hanya dengan sistem Islamlah, problematika pendidikan (termasuk kesejahteraan guru) dapat terselesaikan dan terlaksana dengan paripurna. Sungguh semakin rindu akan kembali hadirnya Negara Islam itu.
Wallahu'alam bishshawab.
0 Komentar