MENYOAL KEBEBASAN BEROPINI ALA DEMOKRASI


Oleh: Irohima
Penulis Lepas

Nabi Muhammad ﷺ adalah tokoh sentral dalam Islam. Beliau adalah nabi terakhir yang diutus oleh Allah ﷻ sebagai utusan yang menyampaikan ajaran Islam, beliau dikenal sebagai sosok yang cerdas, piawai, dan sangat berpengaruh. Kehidupan beliau terjaga; seluruh sikap dan tingkah lakunya yang tanpa cela menjadikannya panutan bagi seluruh umat Islam. Nabi Muhammad ﷺ sangat dicintai dan dihormati oleh umatnya. Sosok yang begitu terpuji dan mulia ini, namun tiba-tiba dicaci dan dihina, siapa yang tidak murka?

Lagi dan lagi, penghinaan terhadap Nabi kembali terjadi. Kali ini, otoritas Turki menangkap beberapa kartunis majalah satir yang menggambar ilustrasi dua sosok yang berjabat tangan di langit, berlatar konflik bersenjata. Kartun tersebut dinilai oleh banyak pihak menggambarkan Nabi Muhammad ﷺ dan Nabi Musa as. Kartun yang terbit beberapa hari setelah konflik Iran-Israel ini memicu kecaman dari pemerintah dan kelompok konservatif Turki. Presiden Erdogan bahkan menyebut karya tersebut sebagai "provokasi keji" dan "kejahatan kebencian Islamofobia".

Kartunis utama, Dogan Pehlevan, beserta tiga kartunis lainnya telah ditangkap dan ditahan. Majalah LeMan, sebagai penerbit kartun tersebut, mengeluarkan permintaan maaf di platform X dan mengklarifikasi bahwa kartun itu tidak dimaksudkan untuk menggambarkan Nabi Muhammad ﷺ, melainkan untuk menyoroti penderitaan seorang muslim korban serangan Israel (CNBC Indonesia, 05-07-2025). Meskipun pihak LeMan telah memberi klarifikasi, tetap saja tidak mampu meredam amarah publik. Sejumlah massa bahkan turun ke jalan di pusat Kota Istanbul, Turki, untuk memprotes LeMan.

Penghinaan atau penistaan terhadap ajaran-ajaran Islam dan Nabi Muhammad ﷺ sudah teramat sering terjadi. Tak henti-hentinya para musuh Islam melakukan berbagai upaya untuk merendahkan dan menghancurkan Islam. Mereka berlindung di balik jubah kebebasan berekspresi yang lahir dari sistem demokrasi. Atas nama seni dan kebebasan berpendapat, mereka melegalkan pembuatan kartun atau apa pun yang terang-terangan menghina umat Islam. Karikatur yang diterbitkan LeMan adalah penghinaan terhadap Nabi Muhammad ﷺ yang kesekian kalinya. Dan seperti biasa, kasus-kasus semacam ini akan ramai pada awalnya, lalu menguap begitu saja, dan akan muncul kembali di kemudian hari. Inilah yang menjadikan kasus penghinaan terhadap Nabi menjadi kasus “abadi”.

Penghinaan atau penistaan terhadap Nabi Muhammad ﷺ yang terus berulang merupakan akibat dari paham kebebasan yang terus-menerus dipelihara. Tak mengherankan, karena kebebasan berekspresi dan berperilaku merupakan salah satu pilar penyangga sistem demokrasi. Sistem yang berlaku saat ini meniscayakan kebebasan tanpa batas dan enggan terikat aturan apa pun, termasuk aturan agama. Paham kebebasan ini dengan masif diekspor oleh negara-negara Barat ke seluruh dunia, khususnya ke negeri-negeri muslim. Mirisnya, paham ini sangat mudah diterima karena sejalan dengan ideologi sekuler demokrasi-kapitalisme yang diterapkan di sebagian besar negeri muslim.

Kini, kita dipaksa hidup dalam naungan sekularisme demokrasi-kapitalisme yang begitu memuja paham kebebasan. Akibatnya, kasus penghinaan terhadap Nabi terus berulang. Walaupun umat Islam melakukan aksi protes, tetap saja tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Semua ini terjadi karena tidak ada hukum yang tegas dan menimbulkan efek jera.

Mencintai Rasulullah ﷺ adalah sebuah keharusan. Tanpa beliau, kita tidak akan mengenal Islam. Beliau telah memberikan warisan yang jauh lebih berharga daripada sekadar harta benda duniawi. Beliau telah mewariskan Islam, negara Islam, serta risalah yang dapat menyelamatkan kita di dunia dan akhirat. Dalam Surah ke tiga Ali 'Imran ayat 31 dan 32, Allah ﷻ berfirman:

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ قُلْ اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ ۚ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْكٰفِرِيْنَ
“Katakanlah: 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (31). Katakanlah: 'Taatilah Allah dan Rasul-Nya.' Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (32)

Terkait kasus penghinaan terhadap Nabi, terdapat kisah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Al-Jami’ as-Sahih. Disebutkan, ada seorang wanita mantan budak yang selalu mencaci maki Nabi Muhammad ﷺ, namun akhirnya dibunuh oleh sahabatnya yang buta, yang juga merupakan suami wanita tersebut. Ketika pembunuhan itu dilaporkan kepada Rasulullah ﷺ, beliau tidak menjatuhkan hukuman qisas kepada sang suami.

Menghina Nabi Muhammad ﷺ adalah perbuatan fatal. Dalam kitab Nizham al-‘Uqubât wa Ahkâm al-Bayyinat fi al-Islâm (Sistem Sanksi dan Hukum Pembuktian dalam Islam), Syekh Abdurrahman al-Maliki dan Syekh Ahmad ad-Daur menyebutkan dalam bagian Takzir, pada bab “Pelanggaran terhadap Harga Diri”, terdapat tiga jenis:
  • Sindiran halus (adz-dzam);
  • Hal-hal yang berkaitan dengan kehormatan dan reputasi (al-qadh), serta;
  • Setiap kata celaan atau tanda-tanda yang menunjukkan penghinaan (at-tahqîr).

Kasus kartunis majalah LeMan termasuk dalam kategori at-tahqîr, karena menerbitkan karikatur yang sudah pasti akan dijual dan disebarluaskan kepada publik. Siapa pun yang dengan sengaja mencela orang lain dengan menisbahkan sesuatu kepadanya, akan dikenai sanksi cambuk dan penjara selama satu hingga dua tahun.

Namun perlu dipahami bahwa mekanisme penjagaan kemuliaan umat Islam dan agamanya hanya bisa ditegakkan dalam sistem Islam. Sistem tersebut hanya akan berjalan jika ada negara (Khilafah). Maka dari itu, selayaknya kita berjuang untuk segera mewujudkan tegaknya Khilafah, karena hanya dengan Khilafah, kasus penghinaan terhadap Nabi kita tercinta tidak akan terulang lagi.

Wallahu a‘lam bish-shawab.

Posting Komentar

0 Komentar