SOLUSI ISLAM DALAM MEMBERANTAS KORUPSI


Oleh: Ummu Zaid
Penulis Lepas

Pada Kamis, 26 Juni 2025, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Mandailing Natal, Sumatera Utara. OTT tersebut terkait dua perkara, yakni proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut dan proyek di Satker PJN Wilayah I Sumut, dengan total nilai proyek sebesar Rp231,8 miliar.

Belum selesai yang di Sumut, muncul lagi kasus korupsi yang diusut KPK, yaitu proyek pengadaan mesin EDC di Bank BRI yang dilakukan sejak 2020 hingga 2024. Total kerugian negara ditaksir mencapai Rp2,1 triliun. KPK juga telah menggeledah dua kantor pusat bank tersebut dan menyita sejumlah dokumen proyek, buku tabungan, serta barang bukti elektronik.

Sebagai lembaga antirasuah (anti-korupsi), KPK melakukan langkah pencegahan melalui fungsi koordinasi dan supervisi. Pendampingan serta pengawasan kepada pemerintah daerah terus dilakukan melalui instrumen Monitoring Center for Prevention (MCP), antara lain pada aspek perencanaan, penganggaran, dan pengadaan barang dan jasa. Masyarakat pun diminta aktif mengawasi pelaksanaannya serta memanfaatkan kanal pengaduan jika menemukan indikasi korupsi.

Namun, langkah-langkah pencegahan yang dilakukan belum mampu memberantas korupsi secara tuntas. Korupsi di Indonesia ibarat jamur di musim hujan, terus tumbuh subur. Ironisnya, pelaku korupsi bukan hanya pejabat tinggi, tapi juga melibatkan pihak swasta, legislatif, bahkan aparat penegak hukum. Akibatnya, kepercayaan publik terhadap institusi negara kian tergerus. Masyarakat pun menjadi apatis, merasa tidak memiliki daya, dan pada akhirnya memilih untuk bungkam.

Padahal, pemerintah menerapkan kebijakan efisiensi anggaran, seperti penonaktifan PBI, pengurangan tunjangan kinerja (tukin), pengurangan dana bansos, riset, hingga militer. Sayangnya, efisiensi ini tak menyentuh akar masalah korupsi.

Korupsi di Indonesia bukan sekadar ulah satu-dua oknum. Ia adalah persoalan sistemik yang tumbuh dalam birokrasi lemah, pengawasan longgar, dan budaya permisif di masyarakat. Dalam beberapa kasus, korupsi bahkan dianggap hal biasa, seolah bagian tak terpisahkan dari jalannya roda pemerintahan.

Penegakan hukum dalam sistem kapitalisme tidak mampu diandalkan. Hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas. Contohnya, korupsi e-KTP oleh Setya Novanto divonis 15 tahun, korupsi timah oleh Harvey Moeis hanya 6 tahun. Bandingkan dengan Zainal yang mengambil garam di tambak negara, divonis 6 bulan; atau Yosep, pemulung yang mengambil kabel bekas di tempat sampah proyek PLN, divonis 8 bulan. Belum lagi undang-undang buatan manusia yang dari sisi sanksi mengandung banyak celah dan ketidakadilan.

Sering kali, korupsi dipersepsikan hanya sebagai tindakan pencurian uang negara semata. Padahal, korupsi juga mencakup penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi, baik dalam bentuk suap, gratifikasi, nepotisme, maupun manipulasi kebijakan.

Memberantas korupsi tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada lembaga penegak hukum seperti KPK, kepolisian, atau kejaksaan. Sebab, tidak sedikit oknum dari lembaga-lembaga tersebut yang juga tersandung kasus serupa.


Islam Punya Solusi Menyeluruh

Islam adalah agama yang sempurna, diturunkan Allah ï·» kepada Nabi Muhammad ï·º. Islam memiliki solusi menyeluruh dalam memberantas korupsi, bukan hanya dari aspek hukum, tetapi hingga ke akar individu dan negara. Dalam pandangan Islam, korupsi (baik berupa ghulul, suap, maupun penggelapan) termasuk dosa besar karena merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanah serta penyalahgunaan wewenang.

Islam membentuk paradigma kepemimpinan yang berasaskan akidah. Seorang pemimpin menyadari bahwa Allah ï·» Maha Menyaksikan, dan bahwa kepemimpinan adalah amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya di akhirat. Allah ï·» berfirman:

ÙˆَÙ„َا تَØ£ْÙƒُÙ„ُÙˆْٓا اَÙ…ْÙˆَالَÙƒُÙ…ْ بَÙŠْÙ†َÙƒُÙ…ْ بِالْبَاطِÙ„ِ
"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil..." (QS. Al-Baqarah: 188)

Islam juga memberikan hukuman tegas dan efektif. Pelaku korupsi dapat dijatuhi hukuman ta’zir yang tegas dan berat. Contohnya, Khalifah Umar bin Khattab pernah menghukum pejabat yang menerima hadiah dari rakyat, meskipun itu bukan suap secara langsung.

Dalam sistem Islam, pemimpin dipilih bukan hanya karena kemampuannya, tetapi juga karena amanah dan kejujurannya. Khalifah Umar biasa mengumumkan kekayaan para pejabat sebelum dan sesudah menjabat, sebagai langkah awal untuk mencegah akumulasi kekayaan secara tidak wajar.

Islam secara tegas melarang suap dan gratifikasi. Dalam hadits disebutkan:

Ù‚َالَ Ù„َعَÙ†َ رَسُولُ اللَّÙ‡ِ صَÙ„َّÙ‰ اللَّÙ‡ُ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„َّÙ…َ الرَّاشِÙŠَ ÙˆَالْÙ…ُرْتَØ´ِÙŠَ ÙˆَالرَّائِØ´َ ÙŠَعْÙ†ِÙŠ الَّذِÙŠ ÙŠَÙ…ْØ´ِÙŠ بَÙŠْÙ†َÙ‡ُÙ…َا
"Rasûlullâh ï·º melaknat pemberi suap, penerima suap, dan perantaranya, yaitu orang yang menghubungkan keduanya." (HR. Ahmad, no. 22452; Ibnu Abi Syaibah, no. 21965)

Sistem kapitalisme menciptakan ketimpangan kesejahteraan dan kekayaan. Sebaliknya, dalam Islam, kesejahteraan masyarakat sangat diperhatikan, sehingga dorongan untuk korupsi bisa ditekan karena kebutuhan dasar terpenuhi dengan baik.


Khilafah, Sistem Pencegah Korupsi Sejak Akar

Khilafah sebagai sistem pemerintahan Islam mengondisikan ketakwaan individu, disertai kontrol masyarakat melalui amar makruf nahi mungkar, tanpa pandang bulu, baik kepada rakyat maupun penguasa. Khilafah menerapkan hukum-hukum Allah ï·» yang adil dan menjamin kesejahteraan seluruh manusia, tanpa memandang status sosial.

Sistem ini perlu diperjuangkan untuk hadir kembali di tengah-tengah umat Islam. Dengan penerapan hukum Islam secara menyeluruh, korupsi tidak hanya bisa ditekan, tetapi dicegah sejak awal.

Korupsi hanya dapat diberantas secara menyeluruh melalui penerapan Islam secara kaffah dalam naungan negara Khilafah. Sejarah peradaban Islam membuktikan bahwa masyarakat ideal tanpa korupsi dan penyimpangan bukanlah utopia. Keemasan Islam tidak hanya ditandai oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan budaya, tetapi juga oleh pemerintahan yang bersih, adil, dan bebas dari korupsi.

Para pemimpin Islam dahulu menunjukkan bahwa dengan integritas pribadi, keteladanan, dan sistem yang kokoh, korupsi bisa dicegah, bahkan dihapuskan.

Posting Komentar

0 Komentar