
Oleh: Aslan La Asamu
Penulis Lepas
Warganet sedang ramai membicarakan pengibaran bendera One Piece menjelang Hari Kemerdekaan RI ke-80 pada 17 Agustus. Ini fenomena apa? Dan apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa bukan bendera Merah Putih yang dikibarkan?
Bendera One Piece adalah kain hitam bergambar tengkorak yang dikenal sebagai Jolly Roger, simbol ikonik dalam serial manga One Piece karya Eiichiro Oda.
Lantas, mengapa bendera One Piece yang dipakai? Bagi para penggemarnya, bendera itu bukan sekadar bendera bajak laut biasa, melainkan lambang harapan dan impian awak kapal, simbol kebebasan, kesetiaan pada kru, perlawanan terhadap sistem yang rusak, serta keberanian untuk terus bermimpi meski dunia melarang.
Di dunia One Piece, Pemerintah Dunia tampak berkuasa, namun penuh kebohongan, korupsi, penindasan, dan pembunuhan. Para bajak laut (terutama kru Topi Jerami) menjadi lawan bagi sistem itu, bukan karena mereka jahat, melainkan karena mereka menolak tunduk pada sistem yang rusak.
Oleh karena itu, bendera One Piece dijadikan simbol ketidakadilan pemerintah saat ini, dan dinilai sering mengeluarkan peraturan merugikan rakyat. Mereka yang mengibarkannya bukan anti negara, melainkan lelah diperas, dibungkam, dan ditindas tanpa henti.
Sebut saja, ada peraturan terkait tanah yang tidak digarap selama dua tahun akan diambil alih atau disita oleh negara. Hal itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar. Artinya, benar bahwa tanah yang tidak dimanfaatkan selama dua tahun akan diambil alih oleh negara.
Pemerintah juga membuat aturan melalui Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang memungkinkan rekening dibekukan jika tidak aktif selama enam bulan. Bahkan, jika menunjukkan tanda-tanda mencurigakan meski tanpa transaksi, rekening bisa diblokir.
Padahal, tidak semua rakyat paham prosedurnya. Tidak semua orang memiliki saldo besar dengan pergerakan rutin. Mungkin yang ditabung adalah uang pensiun, tabungan anak, atau dana darurat.
Kemudian ada pajak dunia maya atau media sosial. Menurut PMK No. 60/PMK.03/2022, pajak dikenakan atas semua layanan digital luar negeri. Dari TikTok sampai YouTube, semua aktivitas digital mulai dipetakan dan dihitung. Influencer kecil, kreator konten rumahan, bahkan pelajar yang baru belajar monetize tidak luput dari pajak.
Katanya demi kedaulatan digital, tetapi nyatanya setiap klik gift atau donasi menjadi objek pemungutan. Rakyat menjadi “sapi perah” di dunia nyata, dan kini di dunia maya pun mulai diperas.
Selain itu, layanan video call akan dialihkan dan berpotensi berbayar. Kominfo sempat mengusulkan agar panggilan WA Call dan Video Call dialihkan ke jaringan operator lokal. Alasannya demi keamanan nasional dan kedaulatan sistem. Namun, praktiknya berpotensi membuat panggilan menjadi berbayar.
Tidak sampai di situ, data rakyat diserahkan ke pihak asing. Di era digital, data adalah emas. Sayangnya, di Indonesia, “emas” ini tidak dilindungi secara utuh. Walaupun UU PDP No. 27 Tahun 2022 telah disahkan, kebocoran data masih saja terjadi. Data BPJS, KTP, SIM, bahkan ada yang dijual di forum luar negeri dengan harga murah.
Anehnya, rakyat diminta patuh pada sistem, tetapi sistem tidak melindungi rakyat. Privasi rakyat dikelola perusahaan asing, dan rakyat bahkan tidak diberi tahu siapa yang membocorkannya.
Karena banyak aturan yang memberatkan itulah, bendera One Piece pun dikibarkan. Rakyat memilih menjadi “bajak laut” karena menganggap bendera itu lebih jujur daripada simbol resmi yang hanya berpura-pura melindungi.
Dalam One Piece, kru Topi Jerami bukan penjarah, tetapi penyelamat. Mereka melawan Pemerintah Dunia, bukan karena memusuhi negara, melainkan karena menentang penindasan yang dibungkus undang-undang.
Kini rakyat pun mulai merasakan hal yang sama. Mereka hanya ingin bebas, bebas berpikir, berbagi, bekerja, dan mencintai tanpa dijerat, dipungut, dan diawasi.
Lantas, apa arti kemerdekaan saat ini jika semua aktivitas rakyat kecil mulai dikenai pajak, jika data pribadi dikuasai perusahaan asing, dan jika rekening diblokir tanpa alasan? Apa makna kemerdekaan yang kita rayakan setiap 17 Agustus?
Maka, jangan salahkan jika hari ini bendera Jolly Roger berkibar di hati rakyat. Bukan untuk mengganti Merah Putih, melainkan untuk mengingatkan bahwa kemerdekaan sejati belum sepenuhnya tergenggam. Rakyat telah jenuh dengan tindakan para penguasa.
Oleh karena itu, sejatinya rakyat perlu sadar: selama sistem sekularisme-kapitalisme masih diterapkan, kemerdekaan hakiki tidak akan pernah diraih. Justru, penderitaan rakyat akan bertambah akibat ulah para penguasa yang diberi amanah, tetapi justru menindas rakyatnya.
Sebaliknya, para pemilik modal atau oligarki yang diuntungkan. Rakyat hanya menjadi “sapi perah”, kekayaan mereka dirampas. Undang-undang dibuat bukan untuk kepentingan rakyat, melainkan untuk memuluskan jalan para pengusaha raksasa mengeruk sumber daya alam negeri ini.
Lantas, masihkah kita mengatakan Indonesia telah merdeka? Indonesia baik-baik saja? Apakah ini yang disebut kemerdekaan? Apakah dengan sistem seperti sekarang Indonesia akan menjadi negara maju? Yakinlah, selama sistem kapitalisme-demokrasi masih diterapkan, negeri ini akan menghadapi masalah yang semakin besar.
Sesungguhnya Islam menegaskan bahwa kemerdekaan hakiki adalah ketika menjadikan Allah ﷻ sebagai satu-satunya sesembahan yang wajib disembah, serta menjadikan aturan-Nya sebagai hukum yang layak diterapkan.
Penjajahan, baik fisik maupun nonfisik, adalah manifestasi dari isti’bâd (perbudakan), yaitu menjadikan manusia sebagai budak bagi manusia lainnya. Islam telah mengharamkan penjajahan. Allah ﷻ berfirman:
اِنَّنِيْٓ اَنَا اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدْنِيْۙ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ
“Sungguh Aku adalah Allah. Tidak ada tuhan selain Aku. Oleh karena itu, sembahlah Aku.” (QS Thaha [20]: 14)
Imam Ath-Thabari menjelaskan: “Innanî ana Allâh (Sungguh Aku adalah Allah)” bermakna: Allah menyatakan, “Sungguh Akulah Tuhan yang berhak disembah. Tidak ada penghambaan kecuali kepada-Ku. Tidak ada satu pun tuhan selain Aku. Oleh karena itu, janganlah kalian menyembah selain Aku.” Frasa “Fa’budnî (Oleh karena itu, sembahlah Aku)” bermakna: “Murnikanlah ibadah hanya kepada-Ku, bukan kepada sesembahan lain.” (Ibn Jarir ath-Thabari, Tafsîr ath-Thabari, QS Thaha [20]: 14).
Inilah kalimat tauhid. Kalimat ini, jika tertanam murni dan jernih dalam hati seorang Muslim, akan membangkitkan semangat penghambaan hanya kepada Allah. Semangat tauhid ini juga menumbuhkan perlawanan terhadap segala bentuk perbudakan manusia oleh sesamanya, termasuk penjajahan antarbangsa.
Inilah yang tergambar dari perkataan Rub’i bin ‘Amir kepada panglima Persia, Rustum:
الله ابْتَعَثْنَا لِنُخْرِجَ مَنْ شَاءَ مِنْ عِبَادَة الْعِبَادِ إِلَى عِبَادَةِ اللهِ، وَمِنْ ضِيقِ الدُّنْيَا إِلَى سِعَتِهَا، وَمِنْ جَوْرِ الْأَدْيَانِ إِلَى عَدْلِ الْإِسْلَامِ، فَأَرْسَلَنَابِدِينِهِ إِلَى خَلْقِهِ لِنَدْعُوَهُمْ إِلَيْهِ، فَمَنْ قَبِلَ ذَلِكَ قَبِلْنَا مِنْه وَرَجَعْنَا عَنْهُ، وَمَنْ أَبَى قَاتَلْنَاهُ أَبَدًا حَتَّى نُفْضِيَ إِلَى مَوْعُودِ الله
“Allah telah mengutus kami untuk membebaskan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan kepada manusia menuju penghambaan hanya kepada Allah; dari sempitnya dunia menuju keluasannya; dari kezaliman agama-agama yang ada menuju keadilan Islam.” (Ibn Jarir ath-Thabari, Târîkh al-Umam wa al-Mulûk, 3/520; Ibn Katsir, Al-Bidâyah wa an-Nihâyah, 7/39).
Inilah ruh Islam yang berpuncak pada kalimat tauhid: Lâ ilâha illallâh, Muhammad Rasûlullâh, “Tiada yang berhak disembah selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah.”
0 Komentar