
Oleh: Ummu Zaid
Penulis Lepas
Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa dan buruh pada 25-31 Agustus 2025 untuk menentang kenaikan gaji DPR berbuntut panjang dengan penetapan sejumlah tersangka, termasuk 295 anak, oleh kepolisian atas tuduhan keterlibatan dalam aksi anarkis di berbagai daerah di Indonesia. KPAI menyoroti bahwa penetapan anak-anak sebagai tersangka melanggar standar hukum yang berlaku untuk peradilan anak. Selain itu, Komnas HAM juga mengingatkan bahwa proses penyelidikan terhadap anak-anak ini berpotensi melanggar hak asasi manusia, karena rentan terhadap intimidasi dan ancaman.
Generasi muda saat ini yang melakukan aksi demonstrasi sebenarnya sedang menyalurkan pendapat mereka tentang kebijakan pemerintah yang dianggap tidak adil dan lebih mementingkan kepentingan tertentu daripada rakyat. Alih-alih mendapatkan dukungan, mereka malah dihukum dan dikriminalisasi dengan tuduhan mengganggu ketertiban dan melakukan anarkisme. Padahal, munculnya kesadaran politik di kalangan pemuda seharusnya diapresiasi, karena itu menunjukkan bahwa mereka mulai peduli dan ingin memperjuangkan perubahan atas ketidakadilan yang terjadi.
Namun, yang terjadi malah sebaliknya: generasi muda yang kritis terhadap penguasa diberi label negatif dan ditekan agar tidak berbicara. Ada standar ganda di dalam demokrasi kapitalisme, di mana hanya suara yang sejalan dengan penguasa yang diterima, sementara suara yang dianggap mengancam akan dihentikan, meskipun mereka menyuarakan kebenaran.
Bagi kapitalisme, pemuda Muslim sering dimanfaatkan sebagai konsumen industri hiburan dan diarahkan untuk menjadi penikmat, bukan pejuang yang berjuang untuk kebenaran. Hal ini menyebabkan pemuda Muslim menjadi semakin jauh dari identitas Islam, bahkan seringkali terjerumus dalam gaya hidup yang bertentangan dengan aqidah dan syariah.
Dalam Islam, pemuda adalah agen perubahan. Kesadaran politik mereka harus diarahkan pada perubahan yang sesuai dengan ajaran Islam, yaitu Islam Kaffah. Islam mengajarkan amar ma'ruf nahi munkar, termasuk mengoreksi penguasa yang berbuat zalim, bukan malah membungkam suara-suara kritis. Khilafah sebagai bentuk pemerintahan Islam membentuk pemuda dengan pendidikan yang berbasis pada aqidah Islam, sehingga kesadaran politik mereka terarah untuk memperjuangkan ridha Allah, bukan hanya sekadar luapan emosi seperti yang terlihat dalam aksi anarkisme.
Islam mendorong pemuda untuk berperan aktif dalam memberikan muhasabah (kritik) kepada penguasa, berjalan berdampingan tanpa rasa takut atau khawatir karena jabatan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah dan rakyat. Penguasa yang bijak justru akan berterima kasih atas kritik yang diberikan, karena itu adalah bagian dari saling tolong-menolong dalam kebenaran dan meninggikan syariat Allah, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Tidak ada kepentingan yang lebih tinggi selain Islam.
Peran pemuda dalam sejarah peradaban Islam sangat jelas, seperti yang tercermin dalam perjuangan mereka menegakkan kebenaran dan membela Islam. Misalnya, kisah Ashabul Kahfi (pemuda penghuni gua) yang menjadi simbol keberanian dalam mempertahankan iman di tengah tekanan kekufuran (QS. Al-Kahfi: 13), atau kisah Nabi Ibrahim yang ketika muda berani menghancurkan berhala kaumnya (QS. Al-Anbiya: 60), dan kisah Nabi Yusuf yang sejak remaja sudah menjaga kehormatan dan imannya dari godaan (QS. Yusuf: 23-24).
Dalam Sirah Nabi, kita juga mengenal Ali bin Abi Thalib yang masih remaja ketika masuk Islam dan tidur di ranjang Nabi saat hijrah untuk melindungi beliau, serta Mus’ab bin Umair yang diutus ke Madinah sebagai duta dakwah dan berhasil membuka jalan hijrah. Selain itu, Usamah bin Zaid yang diangkat Rasulullah ï·º sebagai panglima pasukan pada usia sekitar 17-18 tahun juga menunjukkan peran penting pemuda dalam sejarah Islam.
Sejarah Islam membuktikan bahwa setiap kemenangan besar selalu melibatkan pemuda yang berani, visioner, dan bertakwa kepada Allah.
0 Komentar