TAWURAN DI MEDAN MAKIN MERAJALELA: TIDAK ADA SOLUSI DARI NEGARA


Oleh: Muzaidah, S.E.
Aktivis Dakwah Muslimah

Anak muda di Medan memiliki potensi besar untuk menjadi generasi cerdas dan tangguh. Namun, sayangnya, sebagian besar dari mereka justru memilih untuk terjerumus dalam perilaku tawuran, sebuah kebiasaan yang semakin merajalela. Tawuran antarremaja ini tak hanya menjadi aktivitas yang rutin, tetapi juga merenggut banyak nyawa. Salah satunya adalah Fahri Akbar (20), yang menjadi pelaku sekaligus korban tawuran di Medan Labuhan. Fahri meninggal dunia akibat tertembak senapan angin. Meski sempat dibawa ke klinik setempat, nyawanya tak dapat diselamatkan (Medan Bisnis Daily, 22/09/2025).

Hal serupa terjadi di Belawan, Medan. Tawuran remaja di sana tidak hanya merugikan mereka yang terlibat, tetapi juga warga sekitar yang tidak tahu-menahu persoalan tersebut. Salah satu contohnya adalah insiden yang menimpa warga Belawan Bahari, di mana rumah mereka terbakar akibat tawuran antarremaja pada Agustus 2025. Pelaku baru tertangkap pada bulan berikutnya, September 2025 (IDN Times, 21/09/2025).

Menurut Kombes Pol Ferry Walintukan, Kabid Humas Polda Sumatera Utara (Sumut), untuk mengatasi persoalan tawuran remaja di Medan Labuhan dan Belawan, tidak hanya kepolisian yang harus turun tangan, tetapi juga diperlukan kolaborasi dari berbagai pihak (keluarga, RT, tokoh agama, dan pemangku kepentingan lainnya). Tawuran ini adalah masalah kompleks yang memerlukan pendekatan pendidikan yang lebih mendalam.

Pemerintah juga perlu menyediakan lapangan kerja untuk remaja agar mereka tidak terjebak dalam perilaku tawuran yang destruktif. Usia pelaku tawuran yang masih muda, antara 14 hingga 19 tahun, banyak di antaranya putus sekolah dan tidak memiliki pekerjaan, sehingga tawuran menjadi salah satu cara untuk mengisi kekosongan hidup mereka (Mistar, 26/09/2025).

Ada beberapa faktor yang memicu terus terjadinya tawuran. Pertama, lemahnya kontrol diri. Remaja sekarang tidak tahu kapan emosi mereka harus dilampiaskan dengan cara yang baik. Seharusnya, emosi tersebut bisa digunakan untuk mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Alih-alih disalurkan pada hal yang konstruktif, emosi mereka malah berakhir pada tindakan kekerasan.

Kedua, adanya krisis identitas. Banyak remaja yang tidak mengenal dirinya sendiri, tidak memahami tugas dan peran mereka di dunia ini. Mereka hanya tahu bahwa hidup mereka harus belajar atau mencari uang, tanpa menyadari potensi yang mereka miliki untuk kepentingan pribadi dan masyarakat. Mereka seharusnya paham bahwa hidup ini memiliki tujuan yang lebih tinggi, yaitu beribadah kepada Allah, dan waktu mereka harus digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat.

Ketiga, lemahnya peran keluarga, terutama dalam hal akidah dan ilmu agama. Banyak pelaku tawuran yang berasal dari keluarga yang tidak paham agama. Bahkan, ada pula keluarga yang membiarkan anak-anak mereka terus terjerumus dalam perilaku negatif tanpa upaya pembinaan yang tepat.

Terakhir, negara yang seharusnya berperan aktif untuk melindungi dan mengayomi remaja, malah terlihat kurang memberikan perhatian. Negara harus memberikan perhatian khusus kepada remaja sebagai penerus bangsa. Selain itu, kurikulum pendidikan yang ada saat ini tidak mencakup pembelajaran berbasis nilai-nilai agama yang bisa membentuk perilaku remaja menjadi lebih baik. Remaja seharusnya diberikan pendidikan yang tidak hanya mengajarkan pengetahuan duniawi, tetapi juga moral dan etika, agar mereka dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Lalu, mengapa semua masalah ini terus berlarut tanpa ada solusi yang jelas? Jawabannya terletak pada penerapan sistem yang tidak berlandaskan nilai-nilai islami. Sistem sekuler yang diterapkan oleh negara justru memberikan kebebasan individu untuk berperilaku tanpa ada kontrol moral yang jelas. Hal inilah yang menyebabkan tawuran terus terjadi tanpa ada pemahaman agama yang mengarahkan para remaja. Tawuran ini sudah menjadi masalah kronis yang tampaknya tidak akan pernah berakhir. Sampai kapan negara membiarkan tawuran remaja terus berlangsung?

Solusi yang ditawarkan oleh sistem Islam berbeda jauh. Islam, sepanjang peradabannya, tidak pernah membiarkan remaja kehilangan arah. Negara dalam Islam selalu memastikan bahwa pendidikan berbasis akidah Islam menjadi fondasi utama dalam kehidupan masyarakat. Remaja dibekali pemahaman yang benar sejak dini, seperti ketauhidan, agar mereka sadar bahwa mereka adalah hamba Allah yang wajib taat pada-Nya. Dengan pemahaman ini, mereka akan berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak, sehingga tidak akan terjerumus pada perilaku yang merugikan, seperti tawuran.

Dalam sistem Islam, pemimpin (Khalifah) memiliki tanggung jawab untuk menanamkan nilai-nilai kesatria pada setiap individu remaja, menjadikan mereka siap membela agama Allah, serta menggunakan kekuatan fisik hanya untuk jihad fiisabilillah, sebagai bagian dari kewajiban mereka sebagai hamba Allah. Oleh karena itu, kekuatan fisik yang dimiliki akan diarahkan untuk hal-hal yang bermanfaat, bukan untuk kekerasan tanpa tujuan.

Keluarga dalam sistem Islam juga memiliki peran penting. Keluarga yang dibina dengan akidah Islam yang benar akan selalu memberikan arahan yang tepat kepada anak-anak mereka, menjaga mereka agar tidak terjerumus dalam tindakan yang merugikan. Keluarga seperti ini siap membina, merawat, dan mendidik anak-anaknya dengan ilmu Islam yang benar. Sehingga, potensi yang dimiliki oleh remaja dapat digunakan untuk kepentingan negara dan umat, bukan untuk tawuran yang hanya menghancurkan.

Kami sangat merindukan sistem Islam yang peduli terhadap kondisi remaja, seperti yang telah dilakukan oleh para khalifah sebelumnya. Sistem ini adalah satu-satunya yang dapat memberikan arah yang jelas dan penuh kasih sayang kepada remaja, tidak seperti sistem sekarang yang mengabaikan nilai-nilai agama dalam kehidupan mereka.

Allah ﷻ berfirman:

أَفَحُكۡمَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ يَبۡغُونَۚ وَمَنۡ أَحۡسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكۡمًا لِّقَوۡمٍ يُوقِنُونَ
"Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi kaum yang yakin?" (TQS. Al-Maidah [5]: 50).

Wallahualam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar