BANGUNAN ISLAM TIDAK KOKOH JIKA DIDIRIKAN DI ATAS PONDASI YANG TIDAK ISLAMI


Oleh: Cici Herdiana
Muslimah Peduli Umat

Peristiwa ambruknya bangunan musala Pondok Pesantren Al-Khoziny di Buduran, Sidoarjo, pada 29 September lalu, membuat geger masyarakat. Pada saat itu, sekitar pukul 15.00 WIB, para santri sedang melaksanakan salat Asar berjamaah di musala. Padahal, gedung tersebut masih dalam tahap pembangunan atau pengecoran.

Pada pagi hari sebelum kejadian, pengecoran dilakukan di bagian atas (dek/lantai tiga) bangunan. Tidak lama setelah salat Asar, struktur bangunan mendadak runtuh, menimpa sebagian santri yang berada di lantai bawah. Runtuhnya bangunan didahului oleh suara gemuruh dari dalam struktur.

Menurut dugaan sementara, ambruknya bangunan tersebut disebabkan oleh kegagalan konstruksi atau ketidakstabilan struktur. Bangunan yang awalnya direncanakan hanya satu lantai kemudian dinaikkan menjadi tiga lantai tanpa perencanaan teknis yang matang. Akibatnya, beban dari lantai atas ke lantai bawah tidak disiapkan dengan baik. Beton atau hasil pengecoran di bagian atas juga diduga belum mencapai kekuatan optimal.

Walaupun lantai atas belum difungsikan, aktivitas ibadah di lantai bawah tetap berlangsung. Beban dari lantai atas (termasuk struktur bangunan yang masih dalam proses pengecoran) menambah tekanan pada bagian bawah. Para pakar menyebut bahwa pembangunan tersebut tidak sesuai dengan kaidah teknik karena tidak melibatkan konsultasi dengan ahli struktur sejak awal.

Islam sangat sejalan dengan prinsip-prinsip keselamatan dan profesionalisme dalam membangun. Konsep kehati-hatian dan tanggung jawab sudah menjadi bagian dari syariat Islam. Dilihat dari beberapa sisi:
  • Islam mewajibkan menjaga keselamatan jiwa (ḥifẓ an-nafs).
  • Tujuan utama syariat adalah menjaga jiwa, selain menjaga agama, akal, keturunan, dan harta.
  • Islam menekankan amanah dan profesionalisme dalam pekerjaan.
  • Setiap pekerja dan pemimpin dituntut melaksanakan tugasnya dengan tanggung jawab dan integritas.
  • Islam melarang sikap sembrono atau meremehkan keamanan.
  • Kelalaian dalam urusan keselamatan termasuk pelanggaran terhadap prinsip tanggung jawab.
  • Tanggung jawab sosial dan keadilan.
  • Islam menuntut agar setiap pemimpin, pengurus pesantren, kontraktor, dan pemerintah berlaku adil serta bertanggung jawab terhadap amanah publik.

Ambruknya bangunan pondok pesantren bukan sekadar tragedi fisik, melainkan juga cerminan lemahnya pondasi berpikir dan sistem kerja yang tidak berpijak pada nilai-nilai Islam secara kaffah. Dalam ideologi Islam, setiap amal harus lahir dari akidah yang benar dan dijalankan dengan sistem yang sesuai dengan syariat. Membangun lembaga Islam tidak cukup dengan niat baik; ia harus ditopang oleh ilmu, amanah, dan profesionalisme sebagai bagian dari perintah agama.

Dalam pandangan ideologi Islam, negara atau penguasa memiliki kewajiban struktural untuk menjamin keselamatan publik. Pengawasan bangunan, penegakan standar konstruksi, dan perlindungan nyawa rakyat merupakan bagian dari ri‘ayah (pengurusan umat) yang diperintahkan oleh syariat. Jika fungsi ini diabaikan, maka yang roboh bukan hanya bangunan, tetapi juga sistem amanah dalam masyarakat.

Tragedi ambruknya pesantren menjadi peringatan bahwa bangunan keislaman sejati tidak cukup ditegakkan di atas beton dan besi, tetapi harus berdiri di atas pondasi ideologi Islam yang kuat. Selama umat masih membangun dengan cara yang tidak Islami (mengabaikan amanah, profesionalisme, dan keadilan) maka setiap struktur, seindah apa pun, akan tetap rapuh. Islam mengajarkan bahwa kekuatan sejati bukan pada tingginya gedung, melainkan pada kokohnya sistem berpikir dan kepemimpinan yang tunduk pada hukum Allah.

Wallahu a‘lam bis shawab.

Posting Komentar

0 Komentar