
Oleh: Irohima
Penulis Lepas
Gaza semakin tersudut dan terlupa, menyakitkan, tetapi itu fakta. Sudah dua tahun mereka terperangkap dalam duka dan pengkhianatan negara-negara yang konon katanya memiliki akidah yang sama. Gaza semakin tenggelam di tengah lautan saudara seakidah yang jumlahnya tak terkira. Gaza juga seakan lelah memanggil kita, karena kita tak kunjung datang untuk membebaskan mereka.
Kabar duka dari Palestina tak henti-hentinya menyapa, kondisi Gaza semakin terpuruk. Zionis dan Amerika terus meningkatkan serangan untuk mengosongkan Gaza, sebagai salah satu upaya untuk merealisasikan solusi dua negara yang dicetuskan oleh Amerika Serikat. Sementara di sisi lain, tak ada satu pun negara yang memihak Gaza, semua seakan takluk dengan keputusan Amerika terkait perang Palestina dan Israel, yaitu Two-State Solution, atau solusi dua negara, di mana tanah Palestina akan dibagi dan diberikan kepada Israel yang notabene adalah penjajah. Lebih miris lagi, ketika Presiden Indonesia ikut menyuarakan solusi dua negara. Padahal selama ini rakyat Indonesia begitu getol membela Palestina (Tribunnews, 23/09/2025).
Meski Two-State Solution yang diusung Amerika dirasa sebagai solusi adil dan dapat mengurangi ketegangan di Timur Tengah, usulan ini juga mendapat kritik dari banyak pihak, salah satunya dari Marcelo Svirsky dalam artikelnya yang terbit di laman Middle East Eye, 24 September 2025. Marcelo menilai bahwa model Two-State Solution justru mengesampingkan bagaimana tidak seimbangnya konflik Palestina–Israel, sekaligus dikhawatirkan penderitaan Palestina akan semakin langgeng.
Solusi dua negara sejatinya bukanlah hal yang baru. Gagasan pembentukan dua negara, Palestina dan Israel, sering dilontarkan dan pernah diterapkan. Tapi nyatanya, Israel terus saja mencaplok wilayah Palestina hingga detik ini. Tak hanya tanah yang dirampas, rakyat Palestina juga digenosida, dilaparkan, disiksa, dan dihina. Solusi dua negara adalah solusi semu yang dibuat untuk menyamarkan keinginan Israel untuk menguasai Palestina seutuhnya.
Pengakuan akan kedaulatan Palestina yang dilakukan banyak negara juga terasa sia-sia dan tak menyentuh akar masalah, karena percuma terbentuk dua negara jika Israel tetap akan memegang kontrol penuh atas Palestina. Bahkan dengan pongahnya, Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich mengatakan akan menyambut baik inisiatif warga Gaza untuk beremigrasi ke negara-negara seluruh dunia. Lihatlah, kemunafikan dan sifat lancang serta tak tahu diri Zionis Yahudi, mau mengusir penduduk asli dan menggunakan alasan perdamaian sebagai dalih.
Solusi dua negara tercipta karena Amerika frustrasi dan putus asa atas keteguhan rakyat Gaza dan para mujahidin. Pengakuan kemerdekaan Palestina yang dilakukan oleh banyak negara juga sama saja dengan mengakui pencaplokan 70-80% wilayah Muslim Palestina oleh Yahudi. Tapi kenapa justru pembentukan dua negara yang dijadikan solusi? Dan mirisnya lagi, solusi ilusi ini turut disuarakan dengan lantang oleh para pemimpin negeri-negeri Muslim, termasuk Indonesia, padahal solusi dua negara akan makin menjauhkan tujuan kita untuk membebaskan Gaza.
Semua upaya telah dicoba dan tak satu pun dapat membebaskan Gaza dan tak akan pernah bisa menyelesaikan masalah Palestina. Tahu kenapa? Ya, karena kita tak memakai aturan yang sebenar-benarnya aturan. Melihat kegagalan demi kegagalan, banyak orang sadar bahwa sejatinya krisis Palestina akan bisa selesai jika kita mengirim tentara. Namun sayang, meski keinginan berjihad begitu membara, tak ada negara yang memfasilitasinya.
Banyak dari kita yang lupa, atau tidak tahu, bahwa sebenarnya kaum Muslim bisa menghancurkan Zionis dalam sekejap saja, dengan syarat kita bersatu dan tidak terpecah belah. Apalagi jika kita berada di bawah naungan Khilafah Islamiyah (sebuah sistem pemerintahan berdasarkan ideologi Islam). Keinginan untuk membantu Palestina akan tersalurkan, karena Khilafah adalah institusi penjaga, pelindung, dan periayah seluruh umat Muslim di dunia, termasuk Palestina.
Khilafah akan mengirim bala tentara untuk membebaskan Palestina tanpa tedeng aling-aling, tanpa juga persetujuan asing. Zionis Israel sudah pada tahap harus diperangi, bukan lagi bernegosiasi, dan harus dihancurkan, bukan lagi diikat dengan perjanjian.
Wallahu a'lam bi shawab.
0 Komentar