
Oleh: Nurhayati, S.H.
Penulis Lepas
Beragam kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) kerap mewarnai televisi dan media sosial kita. Data dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) menunjukkan tren jumlah kasus KDRT di Indonesia pada periode Januari hingga awal September 2025 cenderung mengalami peningkatan. Kasus KDRT di Indonesia mencapai 10.240 perkara per 4 September 2025, dengan lebih dari 1.000 kasus dilaporkan ke polisi tiap bulannya (Goodstats, 14/09/2025). Artinya, setiap hari terjadi puluhan kasus KDRT di Indonesia. Angka yang sangat memprihatinkan.
Angka ini berkorelasi dengan meningkatnya angka perceraian. Ikatan pernikahan tidak lagi dipandang suci dan sakral. Betapa banyak pasangan yang mudah memutuskan menikah, mudah pula mengakhirinya dengan perceraian. Ini mencerminkan rapuhnya ketahanan keluarga Indonesia. Menjadi tren yang tak layak ditiru. Berdampak langsung pada remaja yang menjadi korban 'broken home' di rumahnya hingga beralih menjadi pelaku KDRT dalam keluarga.
Keluarga adalah pertahanan pertama dan utama seorang anak dari dunia luar yang dapat menjerumuskannya dalam hal-hal keburukan. Jika keluarganya rusak, hilanglah pertahanan utama tersebut. Jika pertahanan itu hilang, maka anak-anak kehilangan akidahnya, hilang adab dan akhlaknya, lantas dengan mudah melakukan kekerasan tanpa rasa bersalah.
Runtuhnya pertahanan keluarga disebabkan oleh gaya hidup sekulerisme yang dianut oleh masyarakat di negeri ini. Berkiblat pada budaya Barat yang dianggap sebagai tren dunia, mencontoh gaya hidup mereka yang serba bebas, jauh dari nilai agama, dan minus tanggung jawab moral. Keadaan ini membuat banyak keluarga melahirkan generasi minim iman dan tidak bertakwa.
Sekulerisme menancap erat hingga mengambil bagian dalam menciptakan sistem pendidikan liberal. Setelah berhasil menjauhkan masyarakat dari agamanya, ia mendidik generasi dengan paham kebebasan tak berbatas. Mendidik pemuda untuk bebas melakukan apa saja tanpa batasan iman dan takwa, hanya berlandaskan pada asas materi semata. Materialisme menjadikan kebahagiaan bersifat duniawi, sehingga tekanan hidup mudah memicu keretakan dan kekerasan.
Dalam lingkaran kehidupan inilah lahir generasi individualistik. Pemuda yang hanya mementingkan perasaan dan kebahagiaannya, rapuh luar dan dalam. Yang tidak tahu cara mengontrol emosi, tidak segan melakukan tindak kekerasan, dan tidak memiliki rasa bersalah setelah melakukan sebuah kesalahan. Baginya kebahagiaannya di atas segalanya. Yang sayangnya kebahagiaan itu diukur dalam takaran materi. Sistem sekuler liberal membuat negara tidak berdaya mengentaskan persoalan KDRT.
Dalam menyelesaikan masalah KDRT yang melanda kehidupan rakyat, syariat Islam mempunyai antisipasi pencegahan dan sanksi tegas bagi pelaku KDRT. Karena tindak kekerasan merupakan perbuatan pidana yang pelakunya wajib diberikan sanksi tegas.
Dalam upaya pencegahan, syariat Islam akan membenahi sistem sosial yang dianut masyarakat. Segala bentuk pandangan kehidupan yang tidak sesuai dengan fitrah manusia akan diganti dengan pandangan hidup Islam yang memenuhi fitrah. Termasuk asas sekuler-liberal akan dijauhkan dari sosial masyarakat. Kemudian, sistem pendidikan juga akan dibenahi demi membentuk kepribadian bertakwa dan berakhlak mulia. Bukan sekadar orientasi duniawi, di lingkungan keluarga maupun oleh negara.
Dalam membangun keluarga yang kokoh, syariat Islam akan menata peran suami dan istri. Mengoptimalkan peran suami sebagai kepala rumah tangga, ayah, dan pencari nafkah. Juga mengoptimalkan peran istri di rumah sebagai ibu dan pendidik pertama anak-anaknya. Anak-anak tidak akan dibiarkan tumbuh dan besar tanpa peran ayah dan ibunya di rumah, yang akan menyebabkan anak tersebut berpotensi menjadi anak broken home dan melakukan kekerasan di masa depannya.
Terakhir, selain memperbaiki sistem sosial masyarakat dan mengokohkan peran suami dan istri dalam membangun keluarga yang harmonis, syariat Islam akan melibatkan negara sebagai pelindung yang akan bertanggung jawab menjamin kesejahteraan dan keadilan masyarakatnya sehingga tidak ada lagi keluarga yang tertekan dengan alasan kemiskinan atau kondisi ekonomi yang rendah.
Dengan demikian, penerapan Islam Kaffah akan mencegah terjadinya KDRT dan meminimalisir kasus yang terjadi hanya jika negara mau mengambil Islam dan menerapkannya dengan sempurna dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah.
Wallahu'alam.

0 Komentar