KDRT MARAK AKIBAT SISTEM RUSAK


Oleh: Nita Nur Elipah
Penulis lepas

Harta yang paling berharga adalah keluarga. Ungkapan yang sangat indah dan bermakna. Namun, pada faktanya, hari ini banyak keluarga yang justru menjadi tidak berharga dan di dalamnya penuh dengan kerusakan, salah satunya kekerasan dalam rumah tangga.

Di Indonesia sendiri, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sepertinya sudah menjadi kasus yang sangat serius dan butuh solusi tuntas. Seperti yang kita ketahui, KDRT tidak hanya berupa kekerasan fisik, tetapi mencakup kekerasan psikis, seksual, juga ekonomi. KDRT juga dapat membuat kesehatan mental dan fisik korban memburuk serta mengganggu perkembangan anak yang pada akhirnya berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga.

Data dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) menunjukkan tren jumlah kasus KDRT di Indonesia pada periode Januari hingga awal September 2025 cenderung mengalami peningkatan. Jumlah kasus KDRT tercatat sebanyak 1.146 perkara pada Januari dan terus mengalami peningkatan bertahap hingga mencapai 1.316 perkara pada bulan Mei. (Goodstats, 14/09/2025)

Berikut ini beberapa contoh kasus KDRT yang belakangan terjadi di Indonesia.

Seorang ayah, SP (42), di Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara, tega melakukan kekerasan seksual terhadap anaknya sendiri yang berinisial SD (15).

Perbuatan pelaku sudah berlangsung dari tahun 2022 sampai 2025. Itu sudah sekitar 30 kali,” ujar Otniel dalam keterangan resmi yang diterima Kompas pada Sabtu (18/10/2025). Adapun, pelaku beraksi ketika istrinya sedang tidur lelap di dalam rumah serta di ladang. Korban pun kerap kali diancam agar tidak buka suara. (Kompas, 18/10/2025)

Belakangan ini viral kasus penemuan jasad wanita hangus terbakar di wilayah Sumbermanjing Wetan (Sumawe), Kabupaten Malang, akhirnya mulai terungkap. Polisi memastikan pelaku pembunuhan adalah FA (54), suami siri korban bernama Ponimah (42).

Dalam pemeriksaan awal, FA mengaku telah menganiaya korban sebelum membakar jasadnya untuk menghilangkan jejak. Polisi masih menunggu hasil rekonstruksi guna memastikan urutan kejadian secara detail. “Menurut pengakuan awal, korban dianiaya dahulu kemudian dibakar. Pembakaran dilakukan untuk menghilangkan jejak,” kata Dicka. (Beritasatu, 16/10/2025)

Dua kasus di atas hanya sebagian kecil yang terjadi. Kasus ini ibarat fenomena gunung es, masih banyak kasus-kasus serupa dan mungkin lebih banyak lagi kasus yang belum terungkap. Pemerintah harus lebih serius lagi dalam menyelesaikan permasalahan ini sampai tuntas.

Penyebab terjadinya KDRT pun sangat beragam. Seperti kondisi psikologis yang tidak stabil salah satunya, membuat pasangan sulit mengendalikan emosi secara jernih. Faktor ekonomi yang menjadi beban pikiran juga rentan memicu emosi yang berujung pada tindakan kekerasan.

Dalam kehidupan yang jauh dari aturan agama (Islam) saat ini, akal seringkali dikalahkan oleh hawa nafsu sesaat. Banyak anggota keluarga yang tidak faham Islam. Tidak faham bagaimana seharusnya menjalankan peran sebagai seorang ibu, seorang ayah, dan seorang anak. Seorang ayah misalnya, yang seharusnya menjadi pelindung bagi anaknya justru melecehkan dan merusak anaknya sendiri. Na'udzubillah.

Atau ketika suami dan istri diterpa permasalahan dalam rumah tangga, bukannya kembali pada aturan Sang Pencipta, yakni Allah ï·», justru langsung melampiaskan emosinya pada saat itu juga. Bahkan tega membakar istrinya sendiri.

Semua itu didukung oleh sistem kehidupan bernegara saat ini, yakni Kapitalisme yang berasaskan sekulerisme dan liberalisme.

Sistem ini telah menyingkirkan nilai agama dari kehidupan, sehingga membuat para keluarga kehilangan landasan takwa dan tanggung jawab moral.

Pendidikan yang sekuler dan liberal juga menumbuhkan kebebasan tanpa batas dan sikap individualistik yang merusak keharmonisan rumah tangga. Materialisme menjadikan kebahagiaan bersifat duniawi, sehingga tekanan hidup mudah memicu keretakan dan kekerasan.

Begitu juga negara yang abai, walaupun negara sudah membuat UU PKDRT, namun aturan tersebut terbukti tidak menyentuh akar permasalahan, karena hanya menindak secara hukum tanpa mengubah sistem yang rusak.

Berbeda dengan pendidikan dalam Islam. Tujuan pendidikan dalam Islam adalah untuk membentuk kepribadian bertakwa dan berakhlak mulia, bukan sekadar orientasi duniawi, di lingkungan keluarga maupun oleh negara.

Syariat Islam dalam membangun keluarga akan mengokohkan keluarga, menata peran suami-istri, dan mencegah adanya KDRT sejak awal.

Negara dalam sistem Islam juga berperan sebagai pelindung (raa’in) yang menjamin kesejahteraan dan keadilan sehingga keluarga tidak tertekan ekonomi.

Sebagaimana hadits Rasulullah ï·º:

اَÙ„ْØ¥ِÙ…َامُ عَÙ„َÙ‰ النَّاسِ رَاعٍ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ù…َسْؤُÙˆْÙ„ٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ
Imam adalah raa’in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari).

Dalam Islam, kepemimpinan dipahami sebagai tanggung jawab dunia dan akhirat. Artinya, seorang penguasa atau pemimpin di dunia bertanggung jawab atas nasib rakyatnya. Ia wajib menjaga agama rakyatnya supaya tetap dalam tauhid dan ketakwaan kepada Allah Ta’ala. Ia juga wajib memelihara agar urusan sandang, pangan, dan papan rakyatnya bisa tercukupi. Demikian juga kebutuhan kolektif mereka, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan, semuanya pun akan terjaga.

Termasuk menjaga media-media yang ada di masyarakat. Negara akan memberantas pornoaksi dan pornografi secara tuntas. Karena penyebab banyaknya kasus pelecehan seksual, termasuk yang dilakukan oleh ayah kepada anaknya seperti kasus di atas, adalah karena kecanduan konten-konten porno. Media dalam sistem Islam hanya untuk menambah ketakwaan masyarakat dan untuk dakwah Islam.

Negara juga akan menerapkan sanksi Islam dan ditegakkan untuk menjerakan pelaku sekaligus mendidik masyarakat agar hidup sesuai dengan syariat Islam.

Demikianlah, penerapan syariat Islam secara kaffah dalam naungan khilafah akan menjaga dan mewujudkan keluarga sebagai surga karena keluarga akan menjadi tempat paling nyaman dan aman bagi semua anggota keluarga. Juga menjamin kesejahteraan dan keamanan dalam keluarga dan lingkungan sosial sehingga tidak mudah memicu segala hal yang mengarah pada tindak kekerasan.

Wallahu a'lam bishshawab.

Posting Komentar

0 Komentar