KORUPSI DANA BOS DI MEDAN: POTRET BURAM KAPITALISME DALAM PENDIDIKAN


Oleh: Alia Salsa Rainna
Aktivis Dakwah

Lagi-lagi Indonesia menghadapi peningkatan kasus korupsi. Diduga, kasus ini melibatkan mantan bendahara dan penyedia barang. Kejari (Kejaksaan Negeri) Belawan telah menahan dua tersangka korupsi dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) SMAN 16 Medan, bahkan sebelumnya kepala sekolah juga telah ditahan dalam kasus yang serupa. Kasus ini menimbulkan kerugian negara yang sangat besar, hingga mencapai Rp826,7 juta. (Ayo Medan, 19/09/2025).

Tidak hanya kasus di Medan, praktik korupsi dana BOS juga terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang 2016–2021, tercatat sedikitnya 240 kasus korupsi di sektor pendidikan dengan kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah. Fakta ini menunjukkan bahwa korupsi dalam pendidikan bukanlah kasus tunggal, melainkan persoalan sistemik yang terus berulang dari tahun ke tahun.

Kasus ini menjadi bukti bahwa pendidikan dalam sistem sekulerisme masih banyak kekurangan dan kelemahan. Sistem pendidikan yang seharusnya menjadi hal yang sangat penting, malah disalahgunakan untuk menjadi ajang korupsi.

Sistem kapitalisme yang diterapkan di Indonesia memberikan ruang bagi para koruptor dan membuat kasus korupsi ini sering kali sulit untuk dimusnahkan. Lemahnya pengawasan membuat korupsi lebih mudah dilakukan. Perbuatan ini juga tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku, karena dalam sistem kapitalisme sanksi yang diberikan tidak menimbulkan efek jera, karena tidak mengatasi penyebab utama dari kasus tersebut.

Lebih dari itu, kapitalisme menjadikan pendidikan sebagai komoditas yang dikelola dengan logika untung-rugi. Alokasi dana pendidikan pun sering kali berbelit melalui mekanisme birokrasi yang panjang, membuka banyak celah untuk diselewengkan. Inilah mengapa kasus korupsi dana BOS dan penyalahgunaan anggaran pendidikan kerap berulang, sebab akar masalahnya bukan sekadar perilaku individu, melainkan kerusakan sistemik.

Kapitalisme juga gagal mencetak manusia berintegritas. Generasi dididik dengan orientasi materi, bukan membangun kepribadian jujur dan amanah. Maka tidak heran, banyak pejabat maupun pengelola pendidikan yang tega mengorbankan dana pendidikan demi memperkaya diri. Sistem ini hanya melahirkan lingkaran setan: pendidikan dikorupsi, generasi rusak, lalu lahir kembali pejabat korup.

Dalam Islam, korupsi dianggap sebagai perbuatan yang haram dan termasuk dalam kategori kejahatan besar. Allah Swt. berfirman:

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ࣖ
"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 188)

Sistem kapitalisme tentu berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam, pendidikan dibiayai penuh oleh Baitul Mal, bukan melalui mekanisme bantuan yang rawan akan terjadinya korupsi. Mekanismenya jelas: pendanaan langsung dari Baitul Mal, pengawasan dilakukan oleh lembaga hisbah, dan pelaku korupsi diberi sanksi tegas tanpa pandang bulu. Selain itu, pendidikan berbasis akidah membentuk pribadi yang takut pada Allah, sehingga tidak mudah tergoda untuk berkhianat.

Dalam Islam, pelaku korupsi akan ditindak tegas dan menjerakan. Dalam pengelolaan dana pendidikan juga harus berjalan dengan transparan, karena Allah melarang bagi setiap orang yang melakukan pengkhianatan terhadap amanah yang diberikan kepada seseorang.

Selain itu, solusi tuntas untuk menghadapi permasalahan ini adalah dengan mengganti sistem kapitalisme dengan sistem Islam yang mampu mencegah terjadinya korupsi tersebut. Dalam hal lain, pendidikan berkarakter Islam juga harus ditingkatkan, sehingga generasi penerus tumbuh menjadi pribadi yang memiliki integritas, jujur, dan dapat dipercaya.

Selain itu, sistem Islam tidak hanya memberikan pendidikan gratis dan berkualitas, tetapi juga membangun lingkungan yang bersih dari korupsi dengan mekanisme hukum yang tegas. Para pejabat akan dipilih berdasarkan amanah dan kapasitas, bukan karena kepentingan politik atau materi.

Jika ada pengkhianatan, hukuman dijatuhkan secara adil tanpa pandang bulu, sehingga tidak ada ruang bagi praktik korupsi untuk berkembang. Dengan demikian, sistem Islam tidak hanya menyelesaikan masalah korupsi di pendidikan, tetapi juga mencegah lahirnya kembali kasus serupa di masa depan.

Wallaahu’alam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar