
Oleh: Nita Nur Elipah
Penulis lepas
Peristiwa penculikan Bilqis Ramdhani (4) masih menjadi perbincangan publik. Bilqis Ramdhani menjadi korban penculikan di Taman Pakui Kota Makassar, Sulawesi Selatan, pada Minggu (2/11/2025).
Setelah itu, Bilqis ditemukan di SPE Gading Jaya, Kecamatan Tabir Selatan, Kabupaten Merangin, Jambi, pada Sabtu (8/11/2025).
Polisi telah menetapkan empat orang sebagai tersangka, yakni SY (30), NH (29), MA (42), dan AS (36). Mereka ditangkap di lokasi berbeda dan kini ditahan di Mapolrestabes Makassar. (Tribunnews, 16/11/2025).
Maraknya kasus penculikan anak belakangan ini benar-benar membuat para orang tua cemas dan khawatir. Seperti kasus penculikan anak bernama Bilqis di atas. Anak-anak yang seharusnya merasa aman dan bebas bermain di luar rumah, kini hidup dalam ketakutan; mereka menjadi sasaran empuk bagi para pelaku kejahatan yang tak bertanggung jawab, rentan disambar seperti mangsa yang tak berdaya.
Banyak faktor mengapa penculikan anak marak terjadi. Di antaranya adalah kurangnya pengawasan orang tua dan orang dewasa. Sekarang ini, banyak orang tua yang terlalu sibuk dengan urusannya sehingga kurang memperhatikan lingkungan bermain anak.
Selain orang tua, peran masyarakat sekitar juga penting agar anak tidak mudah ‘dirangkul’ pihak yang tak bertanggung jawab. Pengawasan masyarakat belakangan ini semakin melemah seiring kentalnya sikap individualis.
Di sisi ekonomi juga menjadi faktor penting yang memotivasi pelaku melakukan penculikan. Pelaku biasanya menyasar anak-anak yang orang tuanya juga rentan, baik karena kemiskinan, faktor sosial, atau alasan lainnya.
Sungguh, semua faktor penyebab maraknya penculikan anak di atas tidak terlepas dari penerapan sistem kapitalisme sekuler. Sistem ini memisahkan aturan Islam dari kehidupan, menjadikan kehidupan serba bebas tanpa memperhatikan halal dan haram.
Negara dengan sistem kapitalisme ini telah gagal melindungi anak-anak, dan menjamin keamanan bagi mereka. Anak-anak telah kehilangan rasa aman untuk berada di ruang publik.
Sistem kapitalisme juga lah yang membuat kehidupan serba bebas, sehingga membuat siapapun melakukan kejahatan demi keuntungan. Sistem ini juga yang membuat peran orang tua diabaikan dalam menjaga anak-anaknya, karena sibuk bekerja demi kebutuhan perut mereka.
Masyarakat dibiarkan berjuang sendiri, karena penguasa dalam sistem kapitalisme tidak berperan sebagai raa'in (pengurus urusan rakyat). Negara tidak menjamin dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi kepala keluarga. Sehingga para ibu terpaksa harus keluar rumah untuk bekerja dan meninggalkan anak-anak mereka.
Ketika anak lemah pengawasannya, dari sinilah para pelaku kejahatan beraksi. Banyaknya pelaku kejahatan hari ini juga karena lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Hukum di Indonesia belum mampu menghentikan tindak penculikan dan perdagangan anak.
Sangat berbeda dengan Islam, dengan aturannya yang kaffah (menyeluruh) dalam mengatur aspek kehidupan. Islam menjadikan negara sangat menjamin keamanan dan jiwa manusia, termasuk anak-anak. Anak-anak akan merasa aman bahkan saat mereka berada di luar rumah.
Masyarakat dalam sistem Islam juga akan melakukan amar ma’ruf nahi munkar (menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran) terhadap sesama. Tidak ada masyarakat yang individualis.
Negara juga akan menjamin kebutuhan rakyatnya dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi para kepala keluarga dengan gaji yang layak. Sehingga para ibu akan fokus mendidik dan menjaga anak-anak mereka di rumah.
Penerapan sistem Islam oleh negara juga meniscayakan sanksi tegas terhadap segala bentuk pelanggaran hukum syara', termasuk bagi pelaku penculikan anak-anak. Sanksi yang jera inilah yang akan menghentikan orang lain untuk melakukan kejahatan yang sama.
Negara juga bertanggung jawab dalam membentuk masyarakat yang bertakwa dan sejahtera. Sehingga kehidupan keluarga akan penuh dengan keimanan dan keamanan. Masya Allah, hanya dengan sistem Islam lah anak-anak terlindungi dan terjaga.
Wallahu a'lam bish-shawab.

0 Komentar