
Oleh: Cici Herdiana
Muslimah Peduli Umat
Pada tanggal 31 Oktober 2025, di sebuah pondok pesantren Babul Maghfirah (Aceh Besar), terjadi kebakaran yang mengakibatkan asrama pesantren habis dilalap si jago merah. Mirisnya, pelakunya adalah santri dari pondok pesantren tersebut. Remaja yang masih di bawah umur berani melakukan tindakan yang sangat membahayakan bagi dirinya dan orang di sekitarnya.
Pelaku mengakui bahwa perbuatannya merupakan pelampiasan atas perlakuan teman-temannya yang sering mengejek dengan kata-kata yang menyinggung dirinya, serta kerap melakukan kekerasan fisik. Karena tidak terima dan merasa sakit hati, pelaku akhirnya bertekad membakar barang-barang milik teman-temannya di asrama.
Tindakan pelaku yang membakar pesantren bukan hanya sekadar bentuk sakit hati, tetapi menunjukkan bahwa pelaku mengalami tekanan mental, merasa rendah diri, dan merasa tidak berguna.
Maraknya perundungan atau bullying di pesantren tersebut menunjukkan kurangnya pengawasan dari pihak pesantren terhadap para santri, sehingga para santri merasa bebas melakukan apa pun yang mereka kehendaki. Selain itu, ada beberapa penyebab terjadinya bullying atau perundungan terutama di lingkungan pendidikan dari masa ke masa, yaitu:
- Kurangnya empati dalam pendidikan karakter. Anak dan remaja belum diajarkan untuk benar-benar memahami perasaan orang lain. Seseorang dapat dengan mudah merendahkan, mengejek, atau menyakiti orang lain tanpa merasa bersalah.
- Pengaruh media sosial. Cyberbullying (perundungan online) sering terjadi karena pelaku merasa aman bersembunyi di balik layar.
- Lingkungan sekolah atau kerja yang tidak tegas. Pihak sekolah, guru, atau atasan yang tidak memberikan sanksi tegas membuat para pelaku merasa bebas melakukan perundungan.
- Faktor keluarga. Sebagian pelaku bullying berasal dari keluarga yang kurang memberikan kasih sayang atau perhatian dari orang terdekat, terutama orang tua.
- Pencarian jati diri. Anak-anak atau remaja pelaku perundungan biasanya sedang berada pada fase mencari jati diri, kekuasaan, dan pengakuan. Mereka melakukan bullying untuk menunjukkan dominasi atau agar dianggap keren oleh teman-temannya. Banyak korban bullying yang tidak berani melapor karena takut dianggap lemah atau tidak dipercaya.
Pandangan Islam tentang Perundungan
Perundungan, baik secara fisik, verbal, maupun sosial, termasuk perbuatan haram. Islam memerintahkan untuk menghormati martabat manusia. Siapa pun yang merendahkan atau menyakiti orang lain secara sengaja, berarti telah menentang nilai dasar Islam yaitu rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam).
Ketika Bullying Menyebabkan Reaksi Kriminal
Ketika perundungan berujung pada tindakan kriminal seperti membakar pondok pesantren, Islam memandangnya sebagai dua bentuk kejahatan berbeda:
- Pelaku bullying tetap berdosa karena kezalimannya.
- Namun korban yang membalas dengan kejahatan lebih besar juga berdosa.
- Artinya, tidak boleh membalas kezaliman dengan kezaliman yang lebih besar.
Dalam hukum Islam, tindakan semacam ini dapat dikenai hukuman qishash atau ta’zir tergantung akibatnya (apakah menyebabkan korban jiwa, kerugian materi, dan sebagainya). Islam menekankan pencegahan dan penyelesaian dengan akhlak serta keadilan, bukan balas dendam. Di antaranya dengan:
- Mendorong dialog dan musyawarah antara pihak yang berselisih.
- Menegakkan keadilan melalui lembaga yang berwenang, bukan tindakan pribadi.
- Mendidik akhlak sejak dini agar tidak saling menyakiti.
- Mengendalikan amarah dan mencari keadilan dengan cara syar‘i, yaitu kembali kepada aturan Islam secara kaffah.
Wallahu a‘lam bissawab.

0 Komentar