GEN Z DI ERA DIGITAL


Oleh: Nuning Murniyati Ningsih
Penulis Lepas

Generasi Z dikenal sebagai generasi yang paling dekat dengan teknologi dan media sosial. Mereka tumbuh dalam era digital yang memberikan kebebasan berekspresi tanpa batas. Melalui berbagai platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter, mereka dapat menampilkan identitas, minat, serta pandangan hidup mereka secara luas. Namun, di balik kebebasan ini, muncul pertanyaan besar: apakah mereka benar-benar bebas atau justru semakin terjebak dalam tekanan sosial yang diciptakan oleh media sosial itu sendiri?

Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun media sosial memberikan ruang untuk berekspresi, realitasnya sering berbeda bagi Gen Z. Media sosial bukan hanya tempat untuk berekspresi, tetapi juga arena persaingan yang tak terlihat. Standar kecantikan yang nyaris sempurna, gaya hidup mewah yang dipertontonkan, serta tuntutan untuk selalu tampil menarik sukses menciptakan tekanan yang luar biasa bagi Gen Z (Detik, 21/04/2025).

Survei APJII mengungkapkan bahwa Generasi Z (lahir 1997–2012, usia 12–27 tahun) adalah kelompok paling dominan dalam penggunaan internet dengan kontribusi 25,54 persen dari total pengguna. Disusul oleh Generasi Milenial (lahir 1981–1996, usia 28–43 tahun) dengan 25,17 persen, dan Generasi Alpha (lahir 2013 ke atas) sebesar 23,19 persen. Dominasi generasi muda ini menunjukkan bahwa pertumbuhan internet di Indonesia sangat dipengaruhi oleh digital native, generasi yang tumbuh bersama teknologi (Cloud Computing, 12/08/2025).

Beberapa pekan belakangan, muncul tagar #IndonesiaGelap yang berisikan kritik terhadap kondisi sosial dan politik. Setelah itu, demonstrasi pun muncul mulai dari Senin (17/02/2025) hingga Jumat (21/02/2025). Banyak mahasiswa dan warga sipil yang turun ke jalan. Namun, ada juga anak muda Gen Z (lahir pada 1997-2012) yang tidak bisa ikut demonstrasi sehingga lebih memilih untuk bersuara lewat media sosial (Kompas, 04/03/2025).

Ruang digital tidak netral, karena didominasi oleh nilai sekuler kapitalistik. Dengan sederet persoalan yang disebabkan kapitalisme ini, Gen Z diposisikan untuk ikut menyelesaikan masalah. Ibarat para kapitalis yang berpesta, Gen Z yang mencuci piringnya. Di sektor ekonomi, Gen Z diarahkan untuk mengoptimalkan ekonomi kreatif melalui platform digital.

Gen Z memiliki potensi besar yang penting bagi perubahan dunia dari karut-marut persoalan yang diakibatkan kapitalisme. Sebagai penduduk asli dunia digital, mereka terbiasa melakukan interaksi lintas negara sehingga memiliki perspektif dan jangkauan global. Mereka piawai menggunakan teknologi digital dan memanfaatkannya untuk mengaruskan perubahan di tengah masyarakat dunia.

Potensi ini mendukung Gen Z untuk menjadi calon pemimpin peradaban global. Positifnya ada aktivisme global sehingga Gen Z mudah belajar, kekurangannya adalah Gen Z rentan terkena masalah mental, inklusif-progresif, mempertanyakan agama-otentik serta memiliki nilai sendiri yang berbeda dengan generasi tua.

Gen Z sejatinya bisa menjadi agen perubahan. Akan tetapi, potensi tersebut dikerdilkan dan dihambat agar mereka tidak menjadi kekuatan politik yang mengancam eksistensi ideologi kapitalisme demokrasi. Demokrasi kapitalisme hanya memberi ruang bersuara pada mereka yang sejalan dengan kepentingan penguasa. Sementara itu, pihak yang berseberangan dengan penguasa dan mengganggu kepentingan penguasa akan dibatasi, dijegal, bahkan dikriminalisasi. Pergerakan Gen Z akhirnya cenderung pragmatis, banyak pula dari Gen Z yang dalam kesehariannya sibuk serta mementingkan mencari validasi, karakteristik Gen Z pun digital native.

Penting untuk menyelamatkan generasi dari pengaruh hegemoni ruang digital yang sekuler-kapitalistik. Sejarah telah mencatat bahwa perubahan besar dimulai dari pemudanya. Para penggerak perubahan selalu diisi dengan generasi muda. Pemuda adalah tonggak perubahan dan mercusuar peradaban. Generasi muda selalu identik dengan idealisme tinggi, fisik kuat, dan sikap berani. Potensi inilah yang semestinya diarahkan pada jalan yang sahih.

Cara menyelamatkan mereka adalah dengan mengubah paradigma berpikir sekuler menjadi paradigma berpikir Islam. Sejarah peradaban Islam mencatat bahwa perubahan besar yang Rasulullah ﷺ bawa dari kegelapan jahiliah menuju cahaya Islam kaffah, tidak pernah lepas dari peran pemuda. Dalam hal ini, Gen Z adalah bagian dari pemuda, yang mana mereka bukan sekadar pelengkap dalam perjalanan dakwah, melainkan garda terdepan yang berani, penuh energi, dan siap mengorbankan jiwa serta raga demi tegaknya kalimatullah.

Pemuda adalah fase kehidupan manusia yang penuh kekuatan, idealisme, dan keberanian untuk mengambil risiko. Al-Qur’an sendiri menyinggung hal ini dalam firman Allah ﷻ tentang Ashabul Kahfi:

اِنَّهُمْ فِتْيَةٌ اٰمَنُوْا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنٰهُمْ هُدًىۖ
"Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk." (QS. Al-Kahfi: 13).

Pergerakan Gen Z harus diarahkan untuk memberikan solusi sistemik dan ideologis berdasarkan paradigma Islam. Potensi Gen Z ini harus diarahkan untuk mewujudkan perubahan hakiki menuju solusi sahih, yaitu Islam ideologis. Caranya adalah membekali para pemuda dengan akidah Islam dan ilmu pengetahuan yang penting untuk mengoptimalkan potensi mereka.

Hal ini hanya mungkin terwujud dalam sistem Islam kaffah. Rasulullah ﷺ bersabda:

أوصيكم بالشباب خيراً. فإنهم أرق أفئدة.. لقد بعثني الله بالحنيفية السمحة.. فحالفني الشباب وخالفني الشيوخ
"Aku wasiatkan kepada kalian, ‘Perlakukanlah para pemuda dengan baik, sesungguhnya mereka tulus dan mudah disentuh (perasaannya), (lihatlah) mereka yang mau berkumpul denganku adalah para pemuda, sedangkan para orang tua menentangku.’" (Imam Asy-Sya’rani, Tanbihul Mughtariin).

Sinergi keluarga, masyarakat, dan negara dibutuhkan untuk menyelamatkan generasi dan mengarahkan pada pergerakan yang sahih. Generasi muda perlu kembali menguatkan hubungan spiritualnya dengan Allah ﷻ melalui zikir, tadabur, dan amal saleh. Di dunia yang hiruk-pikuk ini, iman menjadi jangkar kuat yang menjaga hati tetap kukuh. Budaya komunikasi dan empati juga harus ditumbuhkan kembali.

Gen Z perlu dibiasakan untuk saling mendengar dan menyapa, serta berani bercerita tanpa takut dihakimi. Alhasil, keluarga dan sekolah/kampus harus menjadi ruang aman bagi remaja untuk mengekspresikan diri dengan sehat. Islam menanamkan makna hidup yang lebih dalam: hidup bukan sekadar terlihat sukses, tapi menjadi hamba Allah yang bermanfaat bagi umat. Alhasil, ketika arah hidup ditujukan untuk meraih rida Allah, kesepian pun dapat berubah menjadi kekuatan.

Kondisi umat Islam hari ini banyak mengalami problematika yang mirip dengan masa jahiliah, seperti kerusakan moral, dominasi sistem kapitalisme, dan hegemoni pemikiran Barat yang menyingkirkan nilai Islam. Dalam situasi ini, pemuda kembali dituntut untuk mengambil peran sebagaimana generasi sahabat terdahulu, yaitu menjadi pelopor kesadaran Islam di tengah arus sekularisme; menggali potensi ilmu dan teknologi untuk kepentingan umat, bukan sekadar gaya hidup; menjadi garda terdepan dalam dakwah dan perjuangan, menegakkan Islam kaffah sebagai solusi hakiki.

Untuk mencetak para pemuda menjadi pelopor perubahan hakiki, dibutuhkan pembentukan kepribadian Islam dan kesadaran politik Islam melalui penanaman tsaqafah Islam yang bersifat siyasiyah (politis). Hal ini bisa dilakukan melalui proses halaqah Islam oleh jamaah Islam ideologis. Oleh karenanya, penting untuk melibatkan pemuda Gen Z dalam aktivitas dakwah Islam ideologis, baik sebagai objek maupun subjek dakwah. Mereka akan mengopinikan Islam kaffah secara global sehingga menjadi kesadaran umum umat.

Wallahu Alam Bishawab.

Posting Komentar

0 Komentar