JUSTICE FOR EARTH


Oleh: Fani Nur Fadilah
Santriwati PPTQ Darul Bayan Sumedang

Baru-baru ini terjadi bencana tanah longsor di Dusun Tarukahan dan Dusun Cibuyut, Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, pada tanggal 13 November pukul 19.00. Tanah longsor ini terjadi setelah hujan lebat di Desa Sitikung, Kecamatan Pandanarum. Derasnya hujan dan kondisi tanah yang labil diduga menjadi pemicu terjadinya longsor yang menimpa kawasan persawahan dan perkebunan. Material longsor menimpa sejumlah warga, mengakibatkan 46 korban, dengan 23 di antaranya selamat, sementara sisanya masih dalam pencarian.

Deputi Bidang Penanganan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Budi Irawan memastikan bahwa penanganan tanggap darurat tanah longsor di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, yang saat ini masih menyisakan korban jiwa, dilakukan dengan cepat. Operasi pencarian dilakukan dengan sangat hati-hati mengingat medan yang sulit dan kondisi cuaca yang masih diguyur hujan ringan hingga sedang, yang dapat menyebabkan longsor susulan. Sementara itu, sejumlah keluarga yang tinggal di sekitar pusat longsor juga waspada karena hujan intensitas ringan masih berpotensi menyebabkan longsor susulan, terutama di cekungan Majenang yang rentan terhadap pergerakan tanah.

Bencana-bencana seperti ini rawan sekali terjadi di Nusantara, di mana masyarakat tidak menjaga kelestarian alam dengan benar. Contohnya adalah penebangan hutan yang tidak terkendali, pengawasan lingkungan yang lemah, serta perencanaan lahan yang salah. Sistem saluran yang buruk juga bisa menjadi penyebabnya karena air tidak mengalir dengan benar dan menggenang. Selain itu, terjadi kelalaian seperti pemotongan lereng tanpa perhitungan, serta beban bangunan yang melebihi kapasitas tanah.

Masyarakat juga tampak acuh terhadap kebersihan dan kenyamanan alam, padahal itu merupakan bagian dari iman. Adanya sistem kapitalis membuat oknum-oknum tidak bertanggung jawab, yang dengan seenaknya mengeruk hasil dan kekayaan alam yang sejatinya milik masyarakat umum, menjadikan negara tropis ini gersang dan tandus. Pemerintah juga tidak tegas terhadap oknum tersebut, padahal dampaknya akan sangat buruk dan berkepanjangan.

Padahal, Allah telah menegaskan dalam sistem-Nya, yakni sistem Islam, untuk mengelola bumi dengan amanah, baik, dan bijaksana. Islam juga memandang bencana seperti ini dengan dua aspek, yakni ruhiyah dan siyasiyah. Dimensi ruhiyah memaknai bencana sebagai tanda kekuasaan Allah, sementara dimensi siyasiyah memaknai terkait kebijakan tata kelola ruang dan mitigasi bencana. Pemerintah dan masyarakat wajib mengelola lingkungan dengan amanah, bukan untuk eksplorasi.

Keadilan dalam seluruh urusan menghilangkan korupsi dan mengatur segala izin kepemilikan adalah tugas pemerintah. Menjaga dan mengatur hutan atau lahan serta mengelolanya dengan baik, melarang oknum tertentu merampasnya, juga menjaga keseimbangan alam, seperti tidak mengambil lebih dari kapasitas alam, serta menjaga hutan, sungai, dan tanah yang merupakan milik umum (masyarakat).

Mengelola serta mengembalikan kembali fungsi alam yang rusak, mengatur, dan mendistribusikan manfaat serta hasilnya agar mensejahterakan masyarakat. Semoga dengan adanya bencana-bencana seperti ini, semakin membuka mata kita bahwa bumi saja tidak tahan dengan kekufuran dan keserakahan manusia di muka bumi. Ini meyakinkan kita bahwa satu-satunya solusi mutlak untuk umat dan permasalahan hari ini adalah Khilafah ala Minhajinnubuwah.

Wallahu a'lam bishawab.


Referensi:

Posting Komentar

0 Komentar