PENDIDIKAN TERANCAM PASCABENCANA SUMATRA DAN ACEH


Oleh: Ummu Zaid
Penulis Lepas

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR RI memaparkan bahwa sebanyak 2.798 satuan pendidikan terdampak bencana, 5.421 ruang kelas mengalami kerusakan, dan lebih dari 600 ribu siswa mengalami gangguan layanan pendidikan. Banyak sekolah rusak, akses terputus, serta sebagian bangunan sekolah digunakan sebagai posko pengungsian. (DPR RI, 10/12/2025)

Dalam kondisi tersebut, pemerintah melalui Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah menetapkan tiga skenario pembelajaran darurat. Pertama, masa 0–3 bulan dengan memanfaatkan bangunan sekolah yang masih layak pakai melalui sistem belajar bergantian atau shift. Kedua, pembelajaran darurat untuk jangka waktu 3–12 bulan. Ketiga, untuk bangunan sekolah yang rusak berat atau roboh total, masa pemulihan diperkirakan hingga tiga tahun.

Untuk jenjang perguruan tinggi, pemerintah menetapkan pembebasan Uang Kuliah Tunggal (UKT) selama satu hingga dua semester bagi mahasiswa tidak mampu dari keluarga terdampak bencana. Komisi X DPR RI juga meminta agar penetapan penerima pembebasan UKT tidak disertai persyaratan administratif yang rumit.

Di sisi lain, Presiden menyampaikan bahwa kondisi Sumatra pascabencana berada dalam keadaan baik. Pernyataan tersebut berbanding terbalik dengan fakta di lapangan, di mana masih banyak pengungsi mengalami kesulitan memperoleh air bersih, listrik, internet, tempat tinggal, makanan, pakaian, serta obat-obatan. Para pengungsi juga mengeluhkan jauhnya akses bantuan dari lokasi pengungsian. Bahkan, sebagian bantuan belum dapat disalurkan akibat akses jalan yang rusak. (TV One, 18/12/2025)

Kondisi tersebut menyebabkan penanganan pascabencana terkesan lamban, terutama dalam pemulihan sarana dan prasarana pendidikan guna mewujudkan hak generasi terdampak untuk memperoleh pendidikan yang layak. Atas dasar itu, Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, mendesak pemerintah agar mempercepat pemulihan layanan pendidikan di wilayah Sumatra.

Kesan lambannya respons serta minimnya empati dari pemerintah pusat menjadi fakta yang dirasakan masyarakat. Kondisi ini menimbulkan kegaduhan dan kebingungan publik, terutama di tengah keluhan korban bencana terkait kesulitan pasokan makanan. Hingga kini, respons cepat terhadap pemenuhan hak pendidikan generasi terdampak masih lebih banyak dilakukan oleh lembaga kemanusiaan, organisasi nonpemerintah (NGO), maupun individu berpengaruh di media sosial. Sementara itu, pemerintah pusat terkesan kurang hadir secara optimal di lapangan.

Dalam Islam terdapat paradigma kepemimpinan yang menempatkan pemimpin sebagai pelayan dan pengurus rakyat. Kesiapsiagaan menghadapi risiko bencana, termasuk memastikan terpenuhinya hak rakyat atas kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan hunian, merupakan kewajiban yang harus segera dipenuhi tanpa penundaan. Oleh karena itu, langkah cepat yang seharusnya dilakukan adalah pemulihan infrastruktur secara tanggap melalui koordinasi dengan gubernur atau wali daerah terdampak bencana, mobilisasi tenaga pendidik, serta penyediaan sarana pendidikan pada fase pascabencana.

Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, ketika terjadi bencana seperti kekeringan dan kelaparan di Madinah, Umar melakukan salat istisqa serta mendistribusikan bantuan makanan kepada masyarakat terdampak. Saat terjadi wabah penyakit, ia mengirimkan obat-obatan dan tenaga medis. Demikian pula ketika terjadi bencana alam seperti gempa bumi dan banjir, bantuan segera diberikan kepada masyarakat yang terdampak.

Dalam sistem Khilafah, penanganan bencana dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
  • Tanggung jawab khalifah, yakni melindungi dan membantu rakyat dalam menghadapi bencana.
  • Pencegahan, melalui pembangunan infrastruktur tahan bencana, mitigasi risiko, dan peningkatan kesadaran masyarakat.
  • Tanggap darurat, dengan sistem yang efektif mencakup evakuasi, penyelamatan, dan bantuan darurat.
  • Bantuan kemanusiaan, meliputi penyediaan makanan, tempat tinggal, dan layanan kesehatan.
  • Pemulihan, berupa pembangunan kembali infrastruktur dan penguatan ekonomi masyarakat terdampak.

Khilafah akan mengoptimalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang bersumber dari Baitul Mal untuk membantu korban bencana dan membiayai seluruh upaya penanganan. Apabila masih belum mencukupi, khalifah akan menarik pajak khusus dari kelompok masyarakat kaya.

Dengan skema Islam tersebut, bencana di Sumatra dan Aceh diyakini dapat tertangani secara menyeluruh dan tuntas. Peran pemimpin sebagai pelindung atau perisai rakyat hanya dapat terwujud secara utuh dalam sistem pemerintahan Islam, yakni Khilafah.

Rasulullah ï·º bersabda:

الْØ¥ِÙ…َامُ جُÙ†َّØ©ٌ ÙŠُÙ‚َاتَÙ„ُ Ù…ِÙ†ْ ÙˆَرَائِÙ‡ِ ÙˆَÙŠُؤْتَÙ…َرُ بِÙ‡ِ
Imam (pemimpin) adalah perisai; orang-orang berperang di belakangnya dan menaati perintahnya.” (HR. Muslim)

Posting Komentar

0 Komentar