
Oleh: Ummu Zaid
Penulis Lepas
Di tengah arus perubahan geopolitik yang terus berkembang, baik di dalam negeri maupun luar negeri, tanpa disadari, perubahan ini turut memengaruhi generasi muda di tanah air. Dinamika perpolitikan nasional semakin terasa, terlebih akibat kebijakan pemerintah yang cenderung mengabaikan kepentingan rakyat. Kondisi ini mendorong sebagian besar gen Z untuk bersuara.
Banyak dari mereka yang menyuarakan pendapat melalui media sosial, yang dengan cepat viral dan memantik masyarakat untuk mengikutinya. Namun, seringkali suara ini bersifat reaktif dan tidak didasari oleh analisis mendalam terhadap masalah yang ada. Solusi yang ditawarkan pun sering kali hanya sporadis dan berbasis momentum, yang bisa jadi mengalihkan perhatian dari akar masalah dan mudah lenyap ketika masalah lain muncul.
Fenomena ini tentu memberikan dampak yang cukup serius, terutama jika pemuda tidak menyadari pentingnya arah perubahan yang lebih substansial. Dengan jumlah Gen Z yang mencapai sekitar 60 juta orang di Indonesia, potensi besar ini seharusnya bisa dimanfaatkan untuk menggantikan posisi pemimpin di masa depan. Untuk itu, sangat penting agar Gen Z diarahkan ke perjuangan Islam, karena dengan pemahaman yang benar, mereka dapat menjadi agen perubahan yang positif.
Aktivisme pemuda, dengan segala potensi yang dimiliki, sering kali digunakan untuk hal-hal yang bersifat materialistik, seperti kebanggaan menjadi trendsetter di media sosial. Hal ini membuka celah untuk manipulasi dan pembajakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Maka, wajar jika Gen Z menjadi sangat rentan, karena algoritma media sosial sering kali memanfaatkan potensi mereka untuk kepentingan tertentu.
Mereka berbicara berdasarkan apa yang viral, apa yang disukai banyak orang, dan apa yang bisa mendatangkan banyak pengikut. Ditambah dengan dominasi figur publik dan influencer yang mengklaim sebagai agen perubahan, namun tanpa visi dan misi yang jelas, hal ini justru semakin membingungkan arah perubahan yang ingin dicapai.
Media sosial memang memberikan ruang yang sangat nyaman bagi siapa saja untuk menghabiskan waktu berlama-lama, menelusuri berbagai informasi, hiburan, berita politik, selebritas, hingga dunia fashion. Seringkali, apa yang ada di media sosial menjadi patokan dalam bertindak dan berbicara, tanpa mempertimbangkan dampak positif atau negatifnya terhadap diri sendiri.
Ini bisa menjadi candu, di mana dunia digital yang tanpa batas akan terus mengalir dan mengalir, tanpa ada penyaring yang memadai. Inilah yang akhirnya melahirkan aktivisme yang hanya bersifat instan dan emosional, yang tidak memberikan dampak nyata dalam jangka panjang.
Untuk menghadapi ketidakstabilan ini, Gen Z perlu dipandu dengan standar yang jelas. Karakteristik mereka yang kritis, up-to-date dengan kondisi terkini, dan mudah dipengaruhi perlu diimbangi dengan pemahaman yang lebih mendalam. Tanpa arah perubahan yang jelas, krisis kepercayaan bisa menjadi bumerang yang justru membahayakan niat untuk berubah.
Peran pemuda sangat penting dan membutuhkan keteladanan yang tepat. Jika pemuda tidak mendapatkan teladan yang benar, maka kekosongan role model ini akan diisi oleh pihak lain yang mungkin tidak sesuai dengan harapan. Justru, sosok keteladanan seharusnya datang dari Islam dan perjuangan ideologis yang mencontoh Rasulullah ﷺ dalam membangun para sahabat tangguh di medan juang.
Islam menilai bahwa setiap manusia adalah hamba Allah ﷻ yang diciptakan untuk taat kepada-Nya.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." (QS Adz-Dzariyat: 56). Selain itu, setiap manusia memiliki peran untuk amar makruf nahi mungkar di tengah kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Perubahan yang kita harapkan adalah perubahan mendasar, bukan hanya perubahan parsial.
Penting bagi kita untuk memahami bahwa perubahan yang sistemik dan ideologis tidak hanya penting untuk individu, tetapi juga untuk umat dan bangsa. Pengalihan aktivisme menuju kesadaran politik yang berbasis ideologi memerlukan pemahaman Islam Kaffah, bukan sekuler. Selama ini, perubahan yang bersifat non-ideologis tidak memberikan dampak signifikan terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pemuda harus menegaskan visi perubahan ideologis sebagai satu-satunya tuntutan yang bisa mengatasi akar masalah yang selama ini terabaikan. Memang, perubahan ini membutuhkan waktu, namun jika kita melihat sirah Rasulullah ﷺ dalam menyebarkan Islam ke seluruh dunia, kita bisa meneladani keteladanan yang pasti benar dan diperintahkan oleh Allah ﷻ.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan pada) hari akhir dan yang banyak mengingat Allah." (QS Al-Ahzab: 21)
Peran partai politik Islam dalam mengemban Islam dan mendakwahkan Islam Kaffah kepada umat Islam sangat penting. Ini bisa menjadi role model dan peta perjuangan menuju kehidupan yang penuh dengan rahmat Allah ﷻ. Dengan menerapkan sistem Islam, kita sedang menuju perubahan yang hakiki. Keinginan bersama, baik Gen Z maupun generasi lainnya, tanpa sekat, untuk melanjutkan risalah Rasulullah ﷺ sebagai teladan umat Islam adalah suatu keniscayaan. Allah ﷻ menilai ketaatan sebagai modal utama dalam memperjuangkan Islam.
وَالْعَصْرِ
إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (QS Al-'Asr: 1-3)

0 Komentar